Sikap Empatik : Individual, Keluarga & Budaya
Sikap
Empatik : Individual, Keluarga dan Budaya
A.
Pendekatan
Empati dan Empatik
Empatik (dari Bahasa Yunani yang
berarti "ketertarikan fisik") didefinisikan
sebagai respons afektif dan kognitif yang kompleks pada distres emosional orang
lain. Clemmont Vontress, yang telah aktif dalam perdebatan kompetensi konseling
multikultural, terutama menekankan pengalaman bersama dalam definisi tentang
empati : Empati
berasal dari kata Jerman Einfuhlung, yang berarti "satu perasaan."
Ini menunjukkan reaksi subjektif seseorang untuk satu atau lebih proksimat
individu. Karena itu harus dipahami dalam konteks budaya. Manusia selalu
berbagi kesamaan. Pengalaman dan kondisi bersama menghasilkan budaya umum.
Mereka juga memungkinkan para peserta untuk berempati dengan rekan-rekan
mereka, karena mereka telah "berada di sana dan melakukan hal itu."
Dengan mudah mereka mengidentifikasi dengan mereka. (C. Vontress, komunikasi
pribadi, 30 Januari 2006).
Empatik termasuk
kemampuan untuk merasakan keadaan emosional orang lain, merasa simpatik dan
mencoba menyelesaikan masalah, dan mengambil perspektif orang lain. Kata
empatik dalam bahasa inggris (Empathy) ditemukan pada tahun 1909 oleh
E.B. Titchener sebagai usaha dari menerjemahkan kata bahasa Jerman
"Einfühlungsvermögen", fenomena baru yang dieksplorasi oleh Theodor
Lipps pada akhir abad 19. Setelah itu, diterjemahkan
kembali ke dalam Bahasa Jerman sebagai "Empathie" dan digunakan di
sana. Empatik adalah kemampuan dengan berbagai definisi yang berbeda yang
mencakup spektrum yang luas, berkisar pada orang lain
yang menciptakan keinginan untuk menolong, mengalami emosi yang serupa dengan
emosi orang lain, mengetahui apa yang orang lain rasakan dan pikirkan,
mengaburkan garis antara diri dan orang lain. Empati adalah suatu istilah umum
yang dapat digunakan untuk pertemuan, pengaruh dan interaksi di antara
pribadian dengan pribadi. “Empati” berasal dari kata Yunani “pathos”, yang
berarti perasaan yang mendalam dan kuat yang mendekati penderitaan. Empati
mengacu pada kegiatan identifikasi kepribadian yang lebih mendalam kepada
seseorang sedemikian rupa sehingga seseorang yang berempati sesaat melupakan atau kehilangan dirinya sendiri.
Dalam proses empati yang mendalam inilah berlangsung proses pengertian,
pengaruh dan bentuk hubungan antarpribadi yang penting lainnya.
Roger (1961) menggambarkan empati sebagai kemampuan
konselor untuk “masuk kedalam dunia fenomenal klien, untuk merasakan dunia
klien seperti layaknya dunianya sendiri tanpa kehilangan kualitasnya”. Empati
juga dapat diartikan kepribadian yang ikut merasakan dan berpikir ke dalam
kepribadian lain sehingga tercapai suatu keadaan identifikasi. Dalam identifikasi ini pemahaman antar
manusia yang sebenarnya dapat terjadi. Dalam kenyataanya, tanpa empati tidak
mungkin ada pengertian. Pengalaman empati terjadi pada konselor berhari-hari
baik ia mengenalinya atau tidak. Empati tampaknya sulit dipahami justru karena
empati merupakan sesuatu yang sudah umum dikenali serta mendasar. Seperti yang
ditunjukkan oleh Adler, bahwa identifikasi kepada diri seseorang ini muncul
sampai batas-batas tertentu dalam setiap percakapan. Empati merupakan proses
mendasar dalam cinta.
Carls Rogers (1959) mendefinisikan empati
sebagai kemampuan "untuk melihat kerangka internal referensi lain dengan
akurasi dan dengan komponen emosional dan makna yang berkaitan dengannya
seolah-olah adalah orang tanpa pernah kehilangan seolah-olah kondisi
"(hlm. 210-211). Empati
berfungsi sebagai komponen penting dalam penyediaan lingkungan terapeutik yang
optimal di mana kesehatan psikologis klien ditingkatkan. Baru-baru ini, teori
berpendapat bahwa empati dan hal positif tanpa syarat secara efektif sisi
berlawanan dari koin yang sama. Hal ini untuk mengatakan bahwa terapis tidak
dapat memiliki empati untuk klien mereka jika mereka tidak juga memiliki hal
positif tanpa syarat (Bozarth, 1997).
Sebuah
tinjauan literatur menghasilkan bukti bahwa definisi empati memecah dua kategori utama : empati sebagai kemampuan kognitif atau
kemampuan dan empati sebagai
emosi atau dimensi kepribadian. Ketika empati didefinisikan sebagai perilaku atau kegiatan, fokus
cenderung pada proses komunikasi dalam
hubungan. Para sarjana berpendapat bahwa ada perbedaan yang nyata antara kemampuan untuk memahami masalah
kognitif dan mengambil peran dan kemampuan untuk mengalami
empati sebagai emosi (Feshback, 1975; Meharbian & Epstein, 1972). Telah dikemukakan oleh banyak
ahli bahwa kedua dimensi emosional dan kognitif yang diperlukan untuk respon
empatik yang akurat (Bohart & Greenberg,
1997 ; Buie, 1981; Goldstein & Michaels,
1985; Ickes, 1997). Ketika
empati dianggap sebagai respons emosional, fokusnya adalah pada umumnya pada
komponen afektif hubungan terapeutik. Dari perspektif empati ini merupakan
respon emosional yang konektivitas pengalaman terapis dimana lebih dalam dengan
klien adalah hasilnya. Sebuah anggapan dasar definisi empati adalah bahwa
beberapa orang mungkin memiliki kecenderungan yang lebih alami untuk mengalami
empati daripada yang lain. Contoh dari perspektif ini diperjelas dengan
pernyataan bahwa "empati dalam arti luas mengacu pada respon individu
terhadap perasaan orang lain" (lannotti, 1975, hal. 22).
Seorang
konselor yang efektif menyadari kerangka kultural yang menjadi acuan tindakan
kliennya, termasuk proses persepsi dan kognitifnya (Weinrach, 1987).
Sensitivitas semacam ini jika menjembatani kesenjangan budaya antara konselor
dan klien dikenal sebagai empati sensitif berdasarkan budaya dan merupakan sebuah
kualitas yang dapat ditumbuhkan oleh konselor (Chung & Bemak, 2002).
Bagaimanapun juga, seorang konselor yang dapat mempersepsikan secara tepat
bagaimana rasanya menjadi klien namun tidak dapat mengungkapkan pengalaman
tersebut adalah seorang konselor yang kurang cakap. Konselor semacam itu dapat
memahami dinamika kliennya, namun tidak seorang pun, termasuk klien itu
sendiri, mengetahui kesadaran konselor. Kemampuan berkomunikasi jelas memainkan
peranan yang penting dalam setiap hubungan konseling (Okun & Kantrowitz,
2008). Dapat
disimpulankan bahwa pengertian empatik ialah kemampuan konselor untuk merasakan
apa yang dirasakan klien, merasa dan berfikir bersama klien dan bukan untuk
atau tentang klien. Empatik dilakukan sejalan dengan perilaku attending, tanpa
perilaku attending mustahil terbentuk empatik.
B.
Konstruksi
Empati
Empati telah lama
dianggap sebagai landasan terapi yang efektif dan penting untuk pengembangan
aliansi terapeutik (Bohart & Greenberg, 1997). Kepercayaan pada pentingnya
empati dalam psikoterapi dan konseling mulai membuat kemajuan dengan ahli teori
dan praktisi di seluruh awal 1900-an. Sebagai contoh, empati disebut-sebut
sebagai faktor penting dalam psikoterapi oleh ahli teori awal seperti Sigmund
Freud, Gordon Allport, dan Alfred Adler (lihat Peitchinis, 1990).
Menurut Goleman, kemampuan
seseorang untuk mengenali orang lain atau peduli, menunjukkan kemampuan empati
seseorang. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap
sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang
dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang
lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan
orang lain.
Goleman (1997) menyatakan terdapat 3 (tiga)
karakteristik kemampuan seseorang dalam berempati, yaitu:
1.
Mampu Menerima
Sudut Pandang Orang Lain
Individu mampu membedakan antara apa yang dikatakan
atau dilakukan orang lain dengan reaksi dan penilaian individu itu sendiri.
Dengan perkembangan aspek kognitif seseorang, kemampuan untuk menerima sudut
pandang orang lain dan pemahaman terhadap perasaan orang lain akan lebih
lengkap dan akurat sehingga ia akan mampu memberikan perlakuan dengan cara yang
tepat.
2.
Memiliki
Kepekaan Terhadap Perasaan Orang Lain
Individu mampu mengidentifikasi perasaan-perasaan
orang lain dan peka terhadap hadirnya emosi dalam diri orang lain melalui pesan
non verbal yang ditampakkan, misalnya nada bicara, gerak-gerik dan ekspresi
wajah. Kepekaan yang sering diasah akan dapat membangkitkan reaksi spontan
terhadap kondisi orang lain.
3.
Mampu
Mendengarkan Orang Lain
Mendengarkan merupakan sebuah ketrampilan yang perlu
dimiliki untuk mengasah kemampuan empati. Sikap mau mendengar memberikan
pemahaman yang lebih baik terhadap perasaan orang lain dan mampu membangkitkan
penerimaan terhadap perbedaan yang terjadi.
Eisenberg (2002) juga menyatakan empati penting bagi individu, karena
dengan empati seseorang dapat :
1.
Menyesuaikan
Diri
Empati mempermudah proses adaptasi, karena ada kesadaran
dalam diri bahwa sudut pandang setiap orang berbeda. Orang yang memiliki rasa
empati yang baik, maka penyesuaian dirinya akan dimanifestasikan dalam sifat
optimis dan fleksibel.
2.
Mempercepat
Hubungan dengan Orang Lain
Jika setiap orang berusaha untuk berempati, maka
setiap individu akan mudah untuk merasa diterima dan dipahami oleh orang lain.
3.
Meningkatkan
Harga Diri
Empati dapat meningkatkan harga diri seseorang.Dimulai
dari peran empati dalam hubungan sosial, yang merupakan media berkreasai dan
menyatakan identitas diri.
4.
Meningkatkan
Pemahaman Diri
Kemampuan memahami perasan orang lain dan menunjukkan
perasaan tersebut tanpa harus secara nyata terlibat dalam perasaan orang lain,
menyebabkan seorang individu sadar bahwa orang lain dapat melakukan penilaian
berdasarkan perilakunya. Hal itu menyebabkan individu lebih sadar dan
memperhatikan pendapat orang lain tentang dirinya. Melalui proses tersebut akan
terbentuk pemahaman diri yang terjadi
dengan perbandingan sosial yang dilakukan dengan membandingkan diri sendiri
dengan orang lain.
Vontress mengidentifikasi
setidaknya empat kondisi
atau set berbagi pengalaman yang berkontribusi terhadap empati :
1.
Pertama, sebagai anggota dari spesies
yang sama, kita manusia disimpan dalam sistem biologi rapuh yang universal
tidak berubah-ubah. Oleh karena itu, kita
berperilaku dengan cara diprediksi, untuk mempertahankan dan melestarikan
kehidupan. Kami memahami apa rasanya cinta, menjadi orang tua, menjadi
kelaparan, atau tanpa
tempat tinggal, terancam secara fisik atau psikologis, atau berduka ketika
orang-orang tercinta meninggal.
2.
Kedua, orang-orang yang tinggal di zona
geografis yang mirip mengerti bagaimana rasanya menghuni daerah seperti dunia.
Sebagai contoh, penduduk asli Mali bisa berempati dengan orang lain yang
menahan panas yang ekstrim dan kelembaban sub-Sahara Afrika.
3.
Ketiga, penduduk bangsa beradaptasi dengan
aturan, peraturan, nilai-nilai, dan sikap menyebar di negara itu. Mereka juga
memahami dan berempati dengan sukacita dan penderitaan rekan senegaranya
mereka.
4.
Keempat, di negara-negara besar, orang
menyesuaikan diri dengan daerah-daerah tertentu dari negara di mana mereka
tinggal. Mereka sering secara naluriah memahami dan merasakan apa yang orang
lain rasakan dari daerah yang sama. Akhirnya, anggota masyarakat ras dan etnis
biasanya berbagi ikatan bahwa orang-orang eksternal untuk komunitas mereka mungkin
tidak mengerti. Berempati dengan mudah dengan sesama ras atau etnis mereka,
mereka segera tahu "di mana mereka berasal." Oleh karena itu empati
budaya adalah kemampuan belajar dari konselor untuk secara akurat memahami dan
merespons dengan tepat untuk setiap klien budaya yang berbeda.
Sejumlah peneliti
melaporkan bahwa kemampuan untuk berkomunikasi antarbudaya tergantung atas
bagaimana cara anda meletakkan diri dalam kerangka sikap oranglain. Kalau anda
mau menciptakan kerangka itu maka anda telah membuat suatu jaringan untuk
menciptakan efektifitas komunikasi antarbudaya. Dengan tindakan empati
dimaksudkan agar anda mulai
mengerti dan memahami oranglain “dari
dalam”, dari kerangka pikir (gagasan yang dia komunikasikan), perasaan dan
perbuatan (Rogers,1983). Tindakan empati diawal komunikasi antarbudaya dapat
dilakukan melalui tindakan mendengar secara aktif dan akurat, demikian yang
dikemukakan oleh Hammer (1989); Liliweri (1994).
C.
Kondisi-Kondisi Fasilitatif
Dalam konseling,
konseli merupakan individu yang perlu mendapat perhatian sehubungan dengan
masalah yang dihadapinya. Keberhasilan konseling selain karena faktor kondisi
yang diciptakan oleh konselor, cara penanganan, dan aspek konselor sendiri, ditentukan pula
oleh faktor konseli. Rogers dalam Latipun (2001:46) mengatakan bahwa konseli
adalah “individu yang hadir ke
konselor dalam keadaan cemas atau tidak kongruen”. Dalam konteks konseling,
konseli adalah subjek yang memiliki kekuatan, motivasi, kemauan untuk berubah,
dan pelaku bagi perubahan dirinya.
“Motivasi konseli
datang atau berpartisipasi dalam konseling sangat berpengaruh terhadap hasil
konseling” (Latipun, 2001:234). Motivasi dapat diartikan sebagai suatu dorongan
untuk mewujudkan perilaku tertentu yang terarah kepada tujuan tertentu (Surya,
2003:106). Motivasi konseli untuk datang pada konselor yang didasari atas
kesadaran bahwa ia punya masalah dan membutuhkan orang lain menjadi syarat
keberhasilan konseling. Permasalahan yang terjadi tidak semua konseli yang
datang pada konselor atas inisiatif sendiri melainkan karena dipanggil atau
atas perintah wali kelas. Konseli yang hadir di ruang konseling atas kesadaran
sendiri dan memiliki maksud serta tujuan tertentu disebut konseli sukarela
(Willis, 2007:116). Secara umum konseli datang kepada konselor karena satu atau
beberapa alasan di antaranya atas kemauannya sendiri, kemauan atau anjuran
keluarga dan sahabat-sahabatnya, atau atas rujukan dari profesioanl lain
(Latipun, 2001:47).
Menurut Surya (2003:108-109)
motivasi dalam diri konseli akan membantu konseli untuk menyesuaikan antara
harapan-harapan yang ingin dicapai dengan realita yang ada, dan membantu
menghadapi kegagalan yang mungkin terjadi dengan realistis. Selain motivasi
konseli, faktor lain yang ikut mempengaruhi keberhasilan konseling adalah sikap
empati konselor. Latipun (2001:44) mengatakan bahwa “kemampuan konselor untuk
dapat memberi empati sangat penting dan mutlak bagi keberhasilan konseling”.
Karena itu empati merupakan salah satu kondisi yang harus terjadi untuk
perubahan konseli dan dengan empati, konseli dapat merasakan bahwa ada orang
lain yang bersedia memahami dirinya yang sebelumnya belum didapatkannya. Untuk
menciptakan situasi kondusif bagi keterbukaan dan kelancaran konseling, maka
sifat empati, jujur, asli, mempercayai, toleransi, respek, menerima, dan
komitmen terhadap hubungan konseling amat diperlukan dan dikembangkan terus
oleh konselor (Willis, 2007:45).
Di dalam konseling seorang konselor harus mampu menciptakan rapport,
dengan cara konselor harus empati, harus merasakan apa yang dirasakan
konselinya (Willis, 2007:47).
Empati dapat subjektif, antarpribadi atau objektif.
Serinngkali empati adalah kombinasi ketiganya. Dalam situasi terapi, empati
adalah kemampuan konselor untuk menyatu dengan klien dan memantulkan pemahaman
ini kembali kepada mereka. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara tetapi
empati secara esensial adalah suatu upaya untuk berpikir dengan alih-alih untuk
atau mengenai klien dan untuk menyerap komunikasi, maksud, dan pengertian klien
tersebut. Menurut Rogers dalam Gladding (2012:246), tingkat empati yang tinggi
dalam suatu hubungan adalah yang paling berpotensi dan jelas merupakan salah
satu faktor paling kuat dalam mewujudkan perubahan dan pembelajaran. Untuk
memperoleh hasil yang maksimal, proses konseling memerlukan kondisi atau iklim
yang memungkinkan konseli dapat berkembang dan harus di ciptakan konselor
sepanjang proses konseling. Kondisi tersebut disebut dengan kondisi konseling
yang fasilitatif (facilitative counseling condition), meliputi
kongruensi (congruence); penghargaan positif tanpa syarat (unconditioning
positive regard); mengerti secara empati (empathetic understanding).
D.
Isu-Isu Multikultural, Empati dan Keluarga
Isu-Isu saat ini dan Kontroversi
1.
Apakah Multikulturalisme Eksklusif
atau Konsep Inklusif ?
Masalah di sini
adalah apakah multikulturalisme harus secara eksklusif melibatkan studi etnis perbedaan
karena mereka mempengaruhi proses konseling . Komponen yang mendukung sudut pandang eksklusif khawatir bahwa
pengaruh rasisme akan diabaikan atau diencerkan jika perbedaan budaya lainnya
seperti jenis kelamin , usia , orientasi seksual , atau cacat juga disertakan (
Jackson , 1995) . Pendukung dari sudut pandang yang lebih inklusif mengakui
bahwa diskriminasi dan perlakuan yang tidak sama untuk alasan lain selain ras
juga luas dan juga mempengaruhi klien , konselor , dan proses konseling dengan
cara penting yang harus dipelajari . Minoritas budaya lainnya mengalami diskriminasi
, seperti halnya etnis minoritas , berdasarkan pada aspek permanen dari diri
mereka sendiri yang tidak dapat diubah . Dalam buku ini , pandangan inklusif
konseling multikultural diambil . Beberapa bab ( misalnya , Bab 3 , " Memahami
dan Menghargai Perbedaan " ) fokus pada perbedaan-perbedaan
individu dan prasangka dari perspektif psikologis yang luas karena mereka
mempengaruhi semua orang , dan bab lainnya menekankan pengalaman kelompok
budaya etnis dan lainnya berbeda-beda.
2.
Isu RAS
Di Minnesota
Multiphasic Personality Inventory ( MMPI ), mungkin tes penilaian kepribadian
yang paling banyak digunakan dan baik diteliti, dan revisinya, MMPI - 2, Blacks
skor berbeda pada Skizofrenia, Paranoia, Mania, dan F sub-skala (Williams, 1987),
sedangkan Amerika Asia melaporkan keluhan somatik lebih (S. Sue & Sue,
1974). Perbedaan kelompok ini bertepatan dengan perbedaan
umum dalam nilai-nilai budaya dan pengalaman. Meskipun MMPI/MMPI-2 ini dirancang
sebagai tindakan etik (yaitu, dengan harapan bahwa itu akan mengidentifikasi
kualitas universal; Nagayama, Hall & Phung, 2001), perbedaan kelompok benar-benar mendukung
(1988) pernyataan Dana yang MMPI / MMPI-2 adalah instrumen emic, relevan
terutama untuk satu kelompok budaya tertentu untuk siapa itu dikembangkan.
Dengan demikian, sindrom alienasi
kulit hitam yang mungkin muncul pada MMPI/MMPI-2 belum tentu
merupakan indikasi patologi individu melainkan kelompok keterasingan budaya di Amerika Serikat. Satu rekomendasi mungkin
ameliorating adalah untuk berhati-hati
mengeksplorasi situasi kehidupan orang yang sedang diuji setiap kali profil MMPI adalah nyata menyimpang
(Dahlstrom, Láchar, & Dahlstrom, 1986).
Perbedaan antara penduduk asli Amerika, Afrika
Amerika, Meksiko Amerika, dan kelompok-kelompok Kaukasia pada tes kepribadian
banyak digunakan lagi, Meyers-Briggs
Type Indicator (MBTI), juga telah dicatat (Oxford & Nuby, 1998). MBTI,
meskipun, telah diterima secara luas sebagai berguna dalam sebagian besar
budaya dimana ia telah digunakan (McCaulley & Moody, 2001).
Inventory Kuat,
yang banyak digunakan uji kejuruan yang menarik, juga menghasilkan perbedaan
kelompok etnis. Kulit hitam cenderung skor yang lebih tinggi dalam bisnis dan
pelayanan sosial pekerjaan, lebih rendah dalam pekerjaan ilmu fisika, lebih
rendah pada skala realistis, dan lebih tinggi pada Sosial dan skala
konvensional pada versi sebelumnya dari Kuat (misalnya, SVIB), dan tidak ada
penelitian telah dilaporkan pada versi saat tes dengan anggota kelompok etnis
tampak ras (Carter & Swanson,1990). Carter dan Swanson (1990 ) menyimpulkan
bahwa " Sedikit bukti ada untuk validitas psikometri dari Kuat dengan kulit
hitam" dan bahwa " Kurangnya perhatian penelitian
mengerikan, terutama untuk instrumen dengan penggunaan luas seperti" (hal.
206). Menurut Carter dan Swanson, pada tahun 1952 Kuat sendiri, pengembang tes,
menyimpulkan bahwa ada kebutuhan untuk kelompok norma kulit hitam, tapi tidak ada norma
tersebut belum tersedia secara luas. Dianjurkan agar konselor mengeksplorasi
dengan klien etnis kulit hitam
minoritas lainnya sejauh mana berbagai pekerjaan mungkin terbuka untuk mereka
dan pengaruh variabel budaya dalam pemilihan jurusan kuliah dan karir (Carter
& Swanson, 1990). Sebuah tes yang lebih individual, seperti Self- Directed
Holland Cari (Sweetland & Keyser, 1983), mungkin lebih berguna dengan klien
etnis minoritas.
Salah satu
survei dari 332 konselor rehabilitasi kejuruan menemukan bahwa hanya 27 %
dinilai hasil evaluasi psikologis dan kejuruan seperti yang sering atau hampir
selalu berkaitan dengan budaya untuk klien asli Amerika yang tinggal di reservasi,
dan hanya 35 % dinilai sebagai relevan untuk observasi klien (WE Martin, Frank,
Minkler, & Johnson, 1988) . Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa, untuk
klien minoritas etnis, contoh kerja individual, penilaian situasional, dan pada
evaluasi pekerjaan harus berbobot lebih berat daripada pengujian standar
3.
Masalah Budaya Lainnya
Penyandang cacat
juga dapat disalahpahami oleh perangkat penilaian tradisional. Sebagai contoh,
orang-orang cacat pendengaran pada awal 1900-an diberi kecerdasan dan
kepribadian tes lisan, dan bahkan sekarang ada kurangnya instrumentasi yang
tepat untuk benar menilai kesehatan mental, pendidikan, dan kebutuhan rehabilitasi
orang-orang yang tuli (Vernon, 1995). Bracken dan McCallum (2001) menunjukkan
bahwa seseorang tuna rungu dapat diidentifikasi sebagai kemampuan kognitif
lebih rendah jika ligence inteligensia mereka diukur dengan tes bahasa dimuat
tradisional. Pollard (1996) mencatat bahwa tren diagnostik yang tidak biasa
dalam sampel dari orang-orang tuli tampaknya terkait dengan bias pengujian
ketimbang kenyataan klinis.
Orang tua
kelompok lain untuk siapa pengujian yang tepat adalah sulit . Myers dan
Schwiebert (1996) mencatat beberapa masalah yang spesifik dan rekomendasi yang
relevan dengan pengujian orang tua.
a. Gunakan sesi singkat, sebagai orang-orang yang lebih tua mungkin lebih mudah.
b. Penggunaan tipe besar dan spasi ganda membantu.
c. Memantau tingkat membaca yang dituntut oleh petunjuk dan barang-barang.
d. Jangka waktu tes mungkin frustasi dan tidak akurat karena waktu reaksinya lambat.
e. Orang tua mungkin belum terbiasa dengan prosedur pengujian standar dan perilaku tes mengambil kurangnya.
f. Menjaga terhadap ekspektasi pemeriksa rendah hasil tes serta rendahnya. motivasi untuk mengambil tes pada bagian dari orang tua sedang diuji.
4.
Family
Mitos
mengenai kerusakan keluarga kulit hitam sebagai penyebab utama masalah
Afrika-Amerika
menunjukkan kurangnya pemahaman tentang keluarga kulit hitam. Kekerabatan
yang kuat dan ikatan suku umum di antara budaya Afrika rusak akibat perbudakan,
yang sering terpisah secara fisik anggota keluarga (Hines & Boyd-Franklin, 1982).
Namun, ketahanan nilai-nilai keluarga Amerika Afrika mungkin saat ini
dibuktikan dalam berbagai cara, termasuk penerimaan anak yang lahir di luar
nikah, sering diperpanjang kontak keluarga, dan rumah tangga multigenerasi.
Seorang anak dibesarkan oleh orang lain selain dirinya atau orang tuanya tidak
ditolak di masyarakat, seperti pengaturan hidup alternatif solusi praktis untuk
masalah ekonomi dan lainnya (Hines & Boyd-Franklin, 1982).
Ibu sering dianggap kekuatan dan emosional pusat keluarga, bertindak sebagai
pengaruh menstabilkan jika ayah tidak memiliki tingkat pendidikan atau
pekerjaan yang diperlukan untuk melindungi atau menyediakan untuk keluarga
(Pinderhughes, 1982). Namun, ayah dapat dianggap sebagai kepala rumah tangga
bahkan ketika ia secara fisik tidak hadir dari keluarga. Pemisahan panjang
mungkin lebih ditoleransi daripada ide perceraian ketika konflik perkawinan
terjadi, dan masalah perkawinan dapat diatasi secara tidak langsung.
Pada saat yang
sama, mungkin ada tekanan pada anggota keluarga untuk tetap dekat dengan rumah
dan membantu anggota keluarga yang membutuhkan (Hines & Boyd-Franklin, 1982). Dalam beberapa keluarga,
kebutuhan ekonomi menghasilkan penekanan dan peran terkait pembagian kerja dalam rumah tangga dan
dorongan prestasi pendidikan bagi perempuan.
E.
Kompetensi Empati Terhadap Multikultural
Carl
Rogers (1957, 1961) membawa pentingnya empati. Dia membuat jelas bahwa sangat penting untuk mendengarkan
dengan seksama, memasuki dunia klien, dan berkomunikasi dengan memahami dunia
klien sebagai klien melihat dan mengalaminya. Menempatkan diri "ke dalam
sepatu orang lain "dan" melihat dunia melalui mata dan telinga orang
lain " begitulah cara lain untuk menggambarkan empati. Berikut kutipan
telah digunakan oleh Rogers sendiri
untuk arti dari empati: Anda tidak meletakkan perjalanan pada
orang-orang. . . . Anda hanya mendengarkan dan mengatakan kembali pada orang
ini berbagai hal, langkah demi langkah,
seperti orang yang tampaknya memiliki hal itu pada saat itu. Anda tidak pernah
mencampur ke dalamnya salah satu hal atau ide-ide anda sendiri, tidak pernah
berbaring pada orang apa pun yang orang tidak mengungkapkan. . . . Untuk
menunjukkan bahwa Anda memahami persis, membuat satu atau dua kalimat yang
tepat pada makna pribadi orang tersebut dengan mencakup keseluruhannya. Dengan
kata-kata Anda sendiri, biasanya, tetapi menggunakan kata-kata orang itu
sendiri untuk hal utama yang sensitive. (Allen, 2003:200)
1.
Pengembangan Kompetensi Konseling
Multikultural
Tujuan
dari buku ini adalah untuk memperkenalkan pembaca untuk isu-isu dasar dan
konsep yang berkaitan dengan konseling multikultural dan untuk mengembangkan
kesadaran dan apresiasi terhadap perlunya pengetahuan budaya khusus dalam
proses konseling . Sebagai kesadaran multikultural dan meningkatkan pengetahuan,
keterampilan konseling multikultural bisa tumbuh. Pengalaman praktis dan
interaksi yang berkelanjutan dengan beragam klien sangat penting bagi
pengembangan keterampilan multikultural . Mengembangkan keterampilan konseling
multikultural merupakan kebutuhan pendidikan berkelanjutan sedang berlangsung
untuk konselor di abad ke-21 sebagai penduduk Amerika Serikat terus melakukan
diversifikasi, terutama dalam hal etnis dan usia. Bab ini mencakup kajian teori
multikultural saat ini, status gerakan menuju kompetensi konseling multikultural
untuk semua konselor, masalah pelatihan sehubungan dengan konseling
multikultural, dan isu-isu multikulturalisme dalam profesi konseling.
2.
Kompetensi Multikultural
Banyak
pekerjaan yang telah dilakukan terhadap menentukan kompetensi konselor apapun
akan perlu untuk berfungsi secara memadai dalam hubungan konseling
multikultural. Artikel pada topik adalah kertas posisi yang disiapkan oleh
sekelompok psikolog konseling dalam American Psychological Association (Sue et
al, 1982). Makalah dijelaskan 11 karakteristik psikolog konseling budaya
terampil dalam bidang-bidang keyakinan dan sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. Saat
ini ada 31 menyatakan kompetensi lintas budaya dan tujuan dalam bidang-bidang
kesadaran konselor dari nilai-nilai mereka sendiri budaya dan bias (9
kompetensi), kesadaran mereka tentang pandangan klien (7 kompetensi), dan strategi intervensi
yang sesuai dengan budaya (15 kompetensi). Kompetensi ini telah didukung oleh
beberapa divisi APA dan ACA. Namun, ada sedikit validasi kompetensi ini dengan
penelitian ke dalam proses, hasil, survei konsumen, atau studi ahli ( Atkinson
& Israel, 2003).
S. Sue (1998) mengusulkan model alternatif juga
terdiri dari tiga aspek umum kompetensi budaya yang diperlukan untuk konseling
dan psikoterapi. Dimensi pertama, pikiran ilmiah, mengacu pada kemampuan
konselor untuk melakukan pengujian hipotesis klinis sehubungan dengan data
klien budaya dan lainnya. Dimensi kedua, ukuran dinamis, mengacu pada kemampuan
konselor untuk tahu kapan untuk menggeneralisasi dan bersifat inklusif dan kapan
untuk individualis dan eksklusif sehubungan dengan klien tertentu. Kualitas ini
memungkinkan konselor untuk memanfaatkan isu-isu budaya relevan dan tidak banyak
menyamaratakan atau stereotip klien. Dimensi ketiga, keahlian budaya khusus,
mirip dengan dimensi pengetahuan budaya termasuk dalam ACA kompetensi konseling
multikultural dan proposal standar dan langkah-langkah penilaian. Ada beberapa
bukti penelitian yang memperlakukan klien etnis minoritas dalam program etnis
tertentu, yang mungkin termasuk memodifikasi praktek terapi dengan
mempertimbangkan adat budaya, menggunakan dwibudaya dua
bahasa staf, prosedur ramah-budaya,
dan sebagainya, telah berhubungan dengan tingkat putus sekolah yang kurang
sering dan panjang lagi pengobatan (Takeuchi, Sue, & Yeh, 1995; Yeh,
Takeuchi & Sue, 1994).
3.
Pelatihan multikultural
Beberapa model
telah diusulkan untuk pelatihan konseling multikultural program. Ridley,
Mendoza, dan Kanitz (1994) menggambarkan lima kerangka kerja yang berbeda untuk
mendekati konseling multikultural :
a)
Kerangka generik
atau etik mengasumsikan bahwa konseling secara universal berlaku tanpa
justifikasi empiris atau modifikasi budaya.
b) Sebuah kerangka emic dapat mengajarkan proses umum untuk mengumpulkan dan mengintegrasikan informasi budaya tertentu dengan risiko mempromosikan stereotip.
c) Sebuah kerangka idiografis menggunakan klien sebagai sumber data primer dan menekankan individualitas klien dalam hal budaya.
d) Pendekatan autoplastik mengharuskan klien mengubah diri untuk masuk ke dalam lingkungan budaya mereka.
e) Pendekatan alloplastik menekankan pengaruh politik klien, sosial, dan lingkungan ekonomi dalam memberikan kontribusi terhadap dirinya atau masalah dan berfokus pada pemberdayaan dan advokasi untuk klien dengan risiko korban.
Program pelatihan konselor sering mengambil pendekatan etik, idiografis, atau autoplastik pelatihan konseling multikultural, sedangkan penekanan saat ini di lapangan adalah menuju pendekatan yang lebih emic dan alloplastik. Mantan blur kebutuhan kurikulum khusus yang terkait dengan konseling multikultural karena pengaruh budaya dipandang sebagai tidak berbeda dari masalah spesifik lainnya dalam hidup bahwa seseorang mungkin menghadapi. Bukti penelitian dari waktu ke waktu telah mendokumentasikan perubahan positif tertentu yang dihasilkan dari pelatihan multikultural ( Smith et al . , 2006).
Wehrly (1991) menjelaskan model lima tahap perkembangan untuk persiapan konselor multikultural yang dibangun di atas karya Carney dan Kahn (1984 ) dan Sabnani, Ponterotto, dan Borodovsky (1991). Tahap pertama panggilan untuk lingkungan pelatihan terstruktur dan mendukung untuk mengurangi kecemasan siswa, mendorong kesadaran diri melalui menulis jurnal, dan memulai pengetahuan budaya belajar melalui etnik / budaya novel bulan November dan laporan buku. Tahap kedua menekankan mencari informasi tentang asal-usul budaya siswa sendiri dan nilai-nilai dominan serta meneliti budaya etnis yang berbeda, termasuk keadaan masuknya kelompok ke Amerika Serikat, pengobatan (sebagai imigran, budak, dll ), dan penyedia bantuan sejarah sepanjang sejarah mereka di negeri ini. Tahap ketiga menggabungkan pemahaman yang lebih dalam keterlibatan pribadi yang murid dalam rasisme meresap di Amerika Serikat dan menekankan pentingnya konselor menangani perbedaan budaya ras/antara konselor dan klien selama sesi konseling pertama. Tahapan keempat dan kelima melibatkan pengalaman langsung bekerja dengan klien budaya yang berbeda dalam pengaturan praktikum dan magang di bawah supervisor terlatih.
4.
Format Pelatihan
Dua
format utama yang program pendidikan konselor telah digunakan untuk pelatihan
multikultural adalah kursus tunggal dan kurikulum infus ( Fouad , Manese, &
Casas, 1992) pendekatan. Satu survery nasional mengungkapkan bahwa 89 % dari
program doktor dalam konseling membutuhkan setidaknya satu saja multikultural
dan 58 % menanamkan konten multikultural di seluruh kursus mereka (Ponterotto, 1997). Namun, studi lain
program pelatihan psikologi sekolah menunjukkan bahwa 40 % memiliki tidak
konten multikultural di program inti atau memiliki program multikultural
tertentu (Rogers, Ponterotto, Conoley, & Wiese, 1992). Bahkan kurang menjanjikan,
survei lain psikolog yang menerima gelar mereka antara Tahun 1985 dan 1987
melaporkan bahwa hanya 34 % dari responden menunjukkan bahwa kursus populasi
yang beragam yang tersedia dalam program doktor mereka, hanya 25 % yang
benar-benar diambil kursus tersebut selama sekolah pascasarjana, dan 46,3 %
merasa bahwa kursus pascasarjana mereka telah " jarang " atau "
tidak pernah "keanekaragaman tertutup ( Allison, Crawford, Echemendia,
Robinson, & Knepp ,1994).
Sebuah kursus
tunggal yang terkait dengan konseling multikultural, meskipun format yang
paling umum untuk pelatihan multikultural, sering dikritik. Ini adalah hanya titik awal untuk
mahasiswa pascasarjana dan tidak memiliki kedalaman yang dibutuhkan untuk
mendorong tingkat tinggi kesadaran, pengetahuan , atau keterampilan ; memiliki
potensi untuk stereotip ; dan tidak memungkinkan untuk integrasi kesadaran ,
pengetahuan , dan keterampilan ( D' Andrea et al , 1991; . Reynolds , 1995;
Rooney , Flores , & Mercier , 1998; Vasquez & Garcia - Vasquez , 2003)
. Instruktur kursus multikultural tunggal disarankan untuk memasukkan isu-isu
kekuasaan dan diskriminasi , sejarah penindasan , dan untuk membingkai
ketahanan terhadap pelatihan multikultural sebagai menyelesaikan dilema etika (
Alvarez & Miville ,2003; Vasquez & Garcia - Vasquez , 2003) .
Di
sisi lain , konten komprehensif multikultural ke dalam program kerja dan
pengalaman lapangan membutuhkan komitmen kelembagaan dan alokasi sumber daya
yang banyak program pelatihan konselor yang baik tidak mau atau mampu untuk
membuat ( D' Andrea et al . , 1991) . Asisten dan fakultas tambahan anggota
cenderung bertanggung jawab untuk melaksanakan upaya-upaya pelatihan
multikultural ( Bell , Washington , Weinstein , & Love ,
1997; Hills & Strozier , 1992 ) . Fakultas di
peringkat yang lebih rendah umumnya memiliki pengetahuan yang kurang tentang
lembaga , daya yang lebih kecil , dan kurang berpengaruh dalam membawa
perubahan kurikulum .
Bahkan
ketika program telah membuat komitmen dinyatakan mencakup pelatihan
multikultural di semua kursus yang , kepatuhan nyata dan hasil yang sulit untuk
memantau . Ini adalah salah satu hal untuk menyertakan beberapa topik
multikultural dan referensi dalam kursus silabus dan lain untuk benar-benar
mengintegrasikan isu-isu dan perspektif multikultural ke dalam semua ceramah
dan diskusi .
Ada
cara lain untuk mendapatkan pelatihan multikultural selain dari kursus formal.
Selain pelatihan kesadaran budaya, pengetahuan, dan keterampilan, Preli dan
Bernard (1993 ) meliputi kontak dengan orang-orang minoritas budaya dan
Practica konseling dengan klien minoritas. Namun, hanya 5,7 % dari pusat
konseling program magang predoctoral universitas dipelajari magang wajib
memiliki klien etnis ( Murphy , Wright , & Bellamy , 1995) . Enns (1993 )
mencatat bahwa meskipun terapis feminis selama 20 tahun terakhir telah mendidik
diri mereka dengan mengambil kursus konseling perempuan atau terapi feminis,
lebih belajar berlangsung dari belajar pribadi dan penelitian, lokakarya
profesional, percakapan informal dan kelompok belajar, dan konseling aktual
pengalaman dengan klien perempuan. Pelatihan multikultural adalah proses seumur
hidup multifaset .
5.
Sebuah Kurikulum Pelatihan Model
Meskipun
ada variabilitas besar di antara program-program pelatihan multikultural,
kurikulum model yang dijelaskan dalam hal kesadaran, pengetahuan, dan
keterampilan yang ditawarkan di sini bahwa menggabungkan rekomendasi dari
beberapa sumber ( Das , 1995; Enns , 1993. Fouad et al , 1992; Preli &
Bernard , 1993; . Ridley et al , 1994) serta orang-orang dari penulis . Elemen
model kurikulum diuraikan dalam kotak di halaman 28.
6.
Konten Pelatihan Kurikulum
Multikultural
Beberapa
elemen dari model kurikulum ini saat bagian dari sebagian besar program
pendidikan konselor (misalnya, pengetahuan etika, resistensi klien penanganan),
banyak yang tidak (misalnya, kefasihan bahasa kedua, praktek penyembuhan adat),
dan lain-lain memperluas peran konselor (misalnya, pencegahan masalah, advokasi)
dalam arah non-tradisional. Ada sumber daya yang substansial yang ditulis dalam
bidang kesadaran diri budaya (Katz, 2003; McIntosh, 1988) dan dominan luas
multikultural kekhawatiran sastra konseling pengetahuan budaya tertentu dan dampak
potensial dalam konseling. Namun, tantangan terbesar dalam pelatihan konselor
multikultural saat ini berada di area keterampilan : " The menunjukkan dengan tepat
keterampilan konseling khusus yang akan membantu konselor dalam membuat
pekerjaan mereka dengan klien individu budaya efektif " (Lee, 1996, p 2).
Sebuah program
model pelatihan multikultural akan menempatkan konten yang dijelaskan di atas
ke dalam praktek dengan memberikan kesempatan untuk kontak dalam program dan
dalam masyarakat sekitar dengan orang-orang dari latar belakang budaya
minoritas dan membutuhkan pengalaman praktikum dengan populasi minoritas budaya
( McRae & Johnson , 1991;)
Konten Pelatihan Kurikulum
Multikultural
Kesadaran
|
1. Kesadaran meningkatkan sehubungan dengan isu-isu
rasisme, seksisme, homofobia, transgenderphobia , usia , dan ablism.
2.
Budaya kesadaran
diri dari latar belakang konselor sendiri etnis ( s ) dan reaksi potensi
klien dan implikasi lain untuk konseling Budaya kesadaran diri dari konselor
jenis kelamin sendiri , orientasi seksual, identitas gender, usia, dan kelas
sosial dan reaksi potensi klien dan implikasi lain untuk konseling
3.
Budaya kesadaran
diri dari cacat konselor sendiri fisik dan mental dan reaksi potensi klien
dan implikasi lainnya untuk konseling
4.
Menghormati
perbedaan budaya
|
Pengetahuan
|
1. Konteks sosial politik
konseling , termasuk penindasan , diskriminasi , dan rasisme , hambatan ke
layanan , dan penyebab sosial tekanan psikologis Budaya dan bias rasial dalam
masalah pengujian
2. Model-model pembangunan
identitas budaya
3. masalah akulturasi
4. Variasi budaya dalam
keluarga make - up , pola perkembangan , harapan klien , dilihat dari
kesehatan dan penyakit
5. Kemampuan untuk mengkritik
teori yang ada untuk relevansi budaya ( worldview )
6. Kedua kefasihan bahasa
7. Pengetahuan budaya
karakteristik normatif kelompok budaya tertentu
8. Pengetahuan budaya dalam
kelompok perbedaan
9. Praktek penyembuhan Adat
10. peraturan imigrasi
|
|
11.
Undang-undang
tentang pelecehan seksual , kejahatan kebencian , perumahan dan diskriminasi
kerja
12.
Pengetahuan etika
dan praktek ( misalnya , pedoman etis bagi penggunaan teknik adat ) masalah
Pencegahan
|
Kemampuan
|
1. Keterampilan wawancara untuk berbicara tentang
perbedaan budaya
2. Penilaian latar belakang dan isu-isu budaya
Pengembangan orientasi teoritis individual
3. Menampilkan perilaku budaya responsif
Berkomunikasi empati dengan cara budaya yang diakui oleh klien
4. Penanganan resistensi klien
5. Keterampilan konsultasi untuk komunikasi dengan
penyembuh tradisional
6. Keterampilan manajemen kasus
7. Keterampilan advokasi untuk mempengaruhi
organisasi masyarakat outreach / keterampilan organisasi kelompok
keterampilan resolusi konflik
8.
Keterampilan
mengajar untuk pendidikan masyarakat
|
7.
Metode dan Proses Pelatihan
Berbagai
strategi pengajaran telah digunakan dalam pelatihan multikultural (Pedersen,
1977; Preli & Bernard, 1993 ;
Ridley et al, 1994), termasuk latihan kesadaran diri experiential (lihat Bab 3
untuk beberapa contoh) dan permainan serta didaktik metode, melihat video,
bacaan, tugas tertulis, pemodelan/pembelajaran
observasional, pelatihan teknologi yang dibantu (misalnya, rekaman video dan
meninjau sesi konseling), dan diawasi Praktikan dan magang. Teknik pelatihan multikultural yang
mungkin paling banyak menerima perhatian adalah peran model bermain
dikembangkan oleh Pedersen (1977, 1978, 1994). Dalam peran ini bermain olahraga,
peserta mengambil peran konselor, klien, dan masalah/anti-konselor dan
mensimulasikan sesi konseling yang dapat membantu dalam mengartikulasikan
masalah budaya, mengantisipasi perlawanan, mengurangi konselor defensif, dan
keterampilan mengajar pemulihan
Pelatihan konselor multikultural merupakan proses
yang kompleks yang menggabungkan pertumbuhan pribadi dengan belajar konten dan
pengembangan keterampilan. Menurut Das (1995, hal. 47), " Jarak antara
kognitif penyedia layanan kesehatan mental dan kelas bawah dan konsumen
minoritas dapat dijembatani melalui instruksi didaktik, tapi jarak sosial dan
emosional dapat dikurangi hanya melalui program intensif pendidikan ulang dari
konselor, satu ditujukan untuk mengubah sikap mereka. " pelatih
multikultural yang efektif perlu melakukan lebih dari menyampaikan informasi, mereka
harus menyeimbangkan strategi pembelajaran kognitif dan emosional dan
menciptakan lingkungan yang aman yang memelihara pribadi pengambilan risiko (Ponterotto,
1998) . Pelatihan multikultural yang efektif membutuhkan pelatih untuk memiliki
banyak kualitas seorang konselor yang baik serta guru yang baik. Kemampuan
Trainer untuk diri mengungkapkan dirinya atau pengalaman perkembangan sendiri
dengan kesadaran multikultural telah ditekankan sebagai karakteristik penting
dari pelatihan yang efektif (Ponterotto, 1998; Rooney dkk, 1998). Selain itu,
pelatih harus menyadari latar belakang perkembangan budaya individu siswa
mereka, seperti tingkat masing-masing siswa perkembangan identitas budaya dapat
bervariasi sehubungan dengan ras, jenis kelamin, orientasi seksual, penuaan,
atau dimensi kemampuan layar ( Rooney et al, 1998).
8.
Keanekaragaman dan Kompetensi
Multikultural
Kami
dengan cepat menjadi berbasis kompetensi. Secara khusus, hal ini tidak lagi
cukup untuk lulus ujian atau untuk memahami apa efektifitas konseling dan
terapi. Pertanyaan utama adalah Anda konseling untuk memperoleh manfaat dari
klien Anda? Kompetensi multikultural menimbulkan pertanyaan-dapat menantang
tambahan yang bekerja untuk memperoleh manfaat dari klien yang secara budaya
berlainan dari Anda? Apakah Anda mampu memberikan konseling yang kompeten untuk
pria? Wanita? Seseorang yang berasal dari ras berlainan atau kelompok etnis
dari Anda? Bagaimana keefektifan anda dengan heteroseksual, gay, lesbian,
biseksual, dan individu transgender? Ketika masalah ini digabungkan dengan orientasi
religius dan spiritual, usia, dan berbagai faktor lainnya, Anda dapat melihat
bahwa menjadi kompetensi multikultural adalah sebuah proses yang akan terus
sepanjang karir Anda.
Standar Etika Pelayanan
Manusia Profesional (Organisasi Nasional Layanan Manusia Profesional, 2000)
meliputi tiga pernyataan berikut : Layanan
profesional manusia memberikan layanan tanpa diskriminasi atau preferensi
berdasarkan usia, etnis, budaya, ras, kecacatan, jenis kelamin, agama,
orientasi seksual atau status sosial ekonomi. Layanan profesional manusia memiliki
pengetahuan tentang budaya dan masyarakat dimana mereka berlatih. Mereka sadar
multikulturalisme di masyarakat dan dampaknya terhadap masyarakat serta individu
dalam masyarakat. Mereka menghormati individu dan kelompok, budaya dan
keyakinan. Layanan
profesional manusia menyadari latar belakang budaya, keyakinan, dan nilai-nilai
mereka sendiri, mengenali potensi dampak dan hubungan mereka dengan orang lain
.
|
The American Association Konseling dan
American Psychological Association telah mengembangkan pedoman kompetensi
multikultural dalam praktek, penelitian, dan pelatihan ( American
Psychological Association, 2003; Arredondo et al, 1996; . Sue et al , 1998.).
Panduan berikut adalah ringkasan dari
beberapa isu-isu kunci yang berkaitan dengan wawancara dan konseling praktek.
Pada titik kemudian, Anda harus memeriksa laporan penuh yang diberikan oleh
asosiasi profesi.
|
Pedoman 1 Kesadaran
|
Pewawancara disengaja atau konselor
akan membuat todeveloping komitmen seumur hidup meningkat keahlian budaya.
Pewawancara berusaha untuk menunjukkan berikut:
1. Mereka sadar diri mereka sebagai makhluk
budaya, membayar perhatian khusus untuk membangun kesadaran preferensi
pribadi dan bias yang mungkin meningkatkan sebagai wimpede atau bekerja
terhadap keefektifan pemberian layanan.
2. Mereka menyadari betapa kontekstual
masalah di luar kendali seseorang cara seseorang membahas keprihatinannya.
Misalnya, masalah eksternal seperti penindasan atau diskriminasi (seksisme,
rasisme, kegagalan untuk diakui cacat) mungkin sangat mempengaruhi klien
tanpa kesadarannya. Masalahnya " dalam individu, " "
lingkungan, " atau dalam beberapa keseimbangan dari dua?
|
Pedoman
2 Pengetahuan
|
Pewawancara disengaja atau konselor
berusaha untuk membuat komitmen seumur hidup untuk belajar dasar
multikultural praktek.
1. Pewawancara berusaha untuk belajar
tentang kelompok multikultural, sejarah mereka, dan keprihatinan mereka hadir
sebagai proses yang terus-menerus berlangsung.
2. Pewawancara belajar tentang membantu
proses dalam budaya non - Barat dan berusaha untuk melibatkan mereka, sesuai
dalam praktek mereka sendiri. Sebagai contoh, bagaimana para pemimpin
spiritual atau komunitas dapat melengkapi praktek konseling?
3. Pewawancara belajar keterbatasan mereka
sendiri dalam keahlian budaya dan mencari supervisi yang diperlukan. Selain
itu, mereka belajar kapan dan bagaimana untuk merujuk klien untuk bantuan
lebih tepat.
|
pedoman
3 Keterampilan
|
Pewawancara disengaja atau konselor
berusaha untuk mengembangkan praktek multikultural efektif dengan cara ini :
1. Melalui mengembangkan keterampilan yang
selaras dengan pandangan dunia yang unik dan budaya dasar yang sangat beragam
dari klien. Setiap keterampilan, strategi, atau membantu teori diperiksa
untuk kesesuaian budaya.
2. Dengan menghormati bahasa pertama klien
dan / atau memastikan tersedia. Memperoleh informed consent tentang bahasa
yang wawancara yang akan dilakukan.
3. Dengan memastikan bahwa faktor-faktor
kontekstual dan keragaman seperti tingkat pendidikan, status sosial ekonomi,
kemampuan fisik / cacat , stres akulturasi, dan lain-lain yang dianggap
sebagai bagian dari rencana perawatan keseluruhan dan tindakan. Selain itu,
klien dibantu dalam belajar bagaimana mereka " individu "
kekhawatiran terkait dengan isu-isu kontekstual .
|
F.
Penggunaan
Empati dalam Wawancara terhadap Individu dan Keluarga.
Dalam
praktik konseling untuk menggambarkan tiga jenis pemahaman empatik:
1.
Empati
dasar: tanggapan pewawancara secara kasar dipertukarkan dengan orang-orang dari
klien. Pewawancara dapat mengatakan kembali secara akurat apa yang klien
katakan. Akuratnya penggunaan urutan mendengarkan dasar adalah cara untuk
menunjukkan empati dasar.
2.
Empati
aditif: tanggapan pewawancara menambahkan sesuatu di luar apa yang klien
katakan. Ini mungkin menambahkan link ke sesuatu yang klien telah mengatakan
sebelumnya atau bahkan mungkin kongruen.
3.
Subtractive empati: tanggapan
pewawancara kadang-kadang memberikan umpan balik kepada klien dengan mengurangi
apa yang klien katakan dan bahkan mungkin mendistorsi apa yang telah dikatakan.
Dalam hal ini, mendengarkan atau
keterampilan mempengaruhi yang digunakan tidak tepat.
G.
Pengembangan
Keterampilan Wawancara dalam Domain Multikultural
Wawancara dan
Konseling yang Disengaja
Bagaimana bisa wawancara dan konseling yang
disengaja membantu Anda dan klien Anda?
Bab ini
dirancang untuk mengidentifikasi ide-ide kunci dari pendekatan microskills dan
menunjukkan bagaimana langkah-langkah Model berhubungan dengan konsep luas
wawancara, konseling, dan psikoterapi. Keterampilan ini digunakan oleh semua
profesional. Wawancara Disengaja dirancang untuk memfasilitasi gambar dari
cerita klien, memungkinkan klien untuk menemukan cara baru berpikir tentang
cerita ini dan cara-cara baru bertindak. Adalah penting bahwa pewawancara
memiliki beberapa teknik untuk menanggapi klien dalam budaya sensitif fashion.
Awareness, pengetahuan, dan keterampilan dalam konsep dasar Disengaja Wawancara.
Tujuan
kompetensi kesadaran, pengetahuan, dan keterampilan dalam konsep dasar
Wawancara dan Konseling yang disengaja disajikan dalam bab ini akan
memungkinkan Anda untuk:
a.
Identifikasi
kesamaan dan perbedaan-perbedaan diantara perbedaan wawancara, konseling, dan
psikoterapi.
b.
Memahami langkah
- demi-langkah microskills kerangka kerja untuk menguasai wawancara.
c.
Kenali pola yang
berbeda-beda microskills digunakan oleh teori perbedaan konseling dan
psikoterapi.
d.
Mendefinisikan
intensionalitas, intensionalitas budaya, dan kompetensi yang disengaja.
e.
Mengantisipasi
dampak komentar Anda pada percakapan klien dengan belajar dan menggunakan
dasar-dasar prediksi disengaja.
f.
Outline dan
mendefinisikan unsur-unsur model konseling dan terapi: cerita relationship- dan
kekuatan - tujuan - Restori - tindakan.
g.
Mengembangkan
kesadaran akan dampak pada otak wawancara, konseling, dan psikoterapi.
h.
Periksa gaya
alami Anda sendiri dan menggunakan keahlian personal sebagai dasar untuk
pengembangan lebih lanjut saat Anda bekerja melalui teks ini.
1.
Wawancara,
Konseling, dan Psikoterapi.
Istilah
konseling, wawancara, dan psikoterapi sering digunakan secara bergantian dalam
buku ini. Meskipun tumpang tindih yang cukup besar, wawancara dapat dianggap
proses yang paling dasar yang digunakan untuk mengumpulkan informasi, pemecahan
masalah, dan memberikan informasi psikososial. Wawancara biasanya jangka pendek
dengan hanya satu atau dua sesi. Seorang staf anggota layanan manusia dapat
mewawancarai klien tentang kebutuhan keuangan dan perencanaan. Manajer
wawancara calon karyawan, dan mahasiswa penerimaan perguruan tinggi yang melamar
masuk dengan wawancara. Setelah bencana besar ( bom teroris , badai , atau
banjir ) seorang pekerja krisis dapat mewawancarai keluarga tentang kebutuhan
dan rencana mereka untuk pemulihan, dan kemudian memberikan saran tentang apa
yang dapat mereka lakukan untuk memenuhi kebutuhan besok mereka.
Etika
pembinaan adalah istilah yang relatif baru dan konsepsi membantu. Ini berfokus
pada menjalani hidup lebih penuh dan secara efektif. Ini jatuh paling dekat di
wilayah wawancara. Etika pelatih bekerja dari sebuah yayasan berbasis kekuatan
dan memberdayakan individu, keluarga, dan organisasi untuk membantu mereka
membuat lebih banyak rencana yang efektif. Pembinaan kehidupan, pembinaan
perguruan tinggi, dan pembinaan eksekutif tiga contoh .
Konseling
adalah proses yang lebih intensif dan pribadi. Hal ini umumnya berkaitan dengan
membantu orang mengatasi masalah normal dan peluang, meskipun ini "
masalah normal" sering menjadi cukup kompleks. Meskipun banyak orang yang
interview juga nasihat, konseling yang paling sering dikaitkan dengan medan
profesional pekerjaan sosial, konseling sekolah , psikologi, kesehatan mental
dan konseling klinis, konseling pastoral, dan
sampai batas tertentu psikiatri. Klien dengan hubungan di kesulitan-kesulitan
mungkin perlu beberapa sesi konseling untuk meluruskan situasi mereka. Karyawan
atau mahasiswa menghadapi tantangan sering membutuhkan bantuan dalam memahami
isu-isu dan membuat keputusan. Dalam krisis, keluarga mengalami bencana besar
sering membutuhkan baik pendek dan konseling jangka panjang.
Kita
bisa menjelaskan perbedaan-perbedaan tumpang tindih dan kesamaan wawancara dan
konseling dengan beberapa contoh. Seorang manajer personalia dapat mewawancarai
kandidat untuk pekerjaan tapi di jam berikutnya nasihat seorang karyawan yang
memutuskan apakah akan mengambil posting baru di sebuah kota yang jauh. Seorang
konselor sekolah dapat mewawancarai setiap anggota kelas selama 10 menit selama
masa untuk memeriksa pemilihan tentu saja tapi juga akan nasihat banyak siswa
kemudian tentang keprihatinan pribadi dan pilihan perguruan tinggi. Seorang
psikolog mungkin mewawancarai seseorang untuk memperoleh data penelitian,
tetapi dalam satu jam berikutnya ditemukan konseling klien yang bersangkutan
tentang perceraian yang akan datang. Bahkan dalam perjalanan satu kontak,
seorang pekerja sosial dapat mewawancarai klien untuk memperoleh data keuangan
dan kemudian beralih ke konseling tentang hubungan pribadi.
Kedua
wawancara dan konseling dapat dibedakan dari psikoterapi, yang merupakan proses
yang lebih intens, dengan fokus pada kepribadian yang mendalam atau perilaku
kesulitan. Psikoterapis harus mewawancarai klien untuk mendapatkan fakta-fakta
dasar dan informasi karena mereka mulai bekerja dengan individu. Keterampilan
dan konsep wawancara disengaja sama-sama penting untuk pelaksanaan keberhasilan
psikoterapi jangka panjang, yang dulunya hampir provinsi eksklusif psikiatri.
Seperti banyak psikiater telah berpaling ke resep obat, berlatih kesehatan
mental dan konselor klinis, pekerja sosial klinis, dan klinis dan konseling
psikolog telah diambil pada peran mantan psikiatri itu.
GAMBAR 1.1 Hubungan timbal balik wawancara,
konseling, dan psikoterapi.
Meskipun relatif
jelas perbedaan-perbedaan diantara wawancara , konseling, dan psikoterapi,
tumpang tindih tetap ( lihat Gambar 1-1 ). Wawancara secara efektif dapat membantu
klien membuat keputusan, dan itu sendiri adalah terapi.
2.
KETERAMPILAN INTI DARI PROSES
MEMBANTU:
THE
MICROSKILLS HIERARCHY Wawancara, konseling, dan psikoterapi.
Wawancara,
konseling, dan psikoterapi memerlukan hubungan dengan klien; mereka semua
berusaha untuk membantu klien bekerja melalui isu-isu dengan menggambar dan
mendengarkan cerita klien. Wawancara dan Konseling menyajikan keterampilan
kunci dan strategi yang digunakan oleh ketiga pendekatan.
Microskills
adalah dasar dari wawancara yang disengaja . Mereka adalah komunikasi unit
keterampilan wawancara yang menyediakan spesifik alternatif bagi Anda untuk
digunakan dengan berbagai jenis klien dan semua teori konseling dan terapi .
Anda menguasai keterampilan ini satu per satu dan kemudian belajar untuk
mengintegrasikan mereka ke dalam sebuah wawancara yang terbentuk .
Ketika
Anda benar-benar kompeten dalam microskills, Anda dapat mendengarkan secara
efektif dan membantu klien berubah dan tumbuh. Penggunaan microskills secara
efektif memungkinkan Anda untuk mengantisipasi atau memprediksi bagaimana klien
akan merespon intervensi Anda. Dan jika klien tidak melakukan apa yang Anda
harapkan, Anda akan dapat beralih ke keterampilan dan strategi yang sesuai
dengan kebutuhan mereka.
Para
microskills hirarki ( lihat Gambar 1-2 ) merangkum langkah-langkah
berturut-turut wawancara karena Anda akan menemukan mereka dalam buku ini.
Keterampilan wawancara beristirahat di dasar etika, kompetensi multikultural,
dan kesehatan. Pada yayasan ini terletak microskill pertama yang dibahas dalam
teks ini: menghadiri perilaku. Keterampilan budaya dan tepat secara individu
ini mencakup pola kontak mata, bahasa tubuh , kualitas vokal, dan pelacakan
verbal. Melalui buku ini, Anda akan memiliki kesempatan untuk mendefinisikan
keterampilan ini lebih lanjut, lihat menghadiri ditunjukkan dalam sebuah
wawancara, membaca tentang implikasi lebih lanjut, dan akhirnya, menguasai
keterampilan dalam praktek dan wawancara nyata. Buku ini dilengkapi dengan
studi kasus kaya baik menyertai interaktif Web situs CengagenNOW dan CD - ROM
interaktif.
Setelah
Anda menguasai menghadiri perilaku, Anda akan bergerak ke atas microskills
piramida dengan keterampilan mendengarkan dasar pertanyaan , observasi klien,
mendorong, parafrase, meringkas, dan merefleksikan perasaan. Lebih tinggi tidak
selalu lebih baik dalam hirarki ini. Kecuali Anda telah mengembangkan
keterampilan mendengarkan dan menghormati, hulu piramida yang berarti.
Keterampilan dasar merupakan bagian penting dari praktek bahkan profesional
yang paling berpengalaman. Mengembangkan gaya Anda sendiri menjadi dengan klien,
tetapi selalu dengan menghormati landasan ini. Dengan latar belakang yang kuat
dalam keterampilan ini tengah, Anda akan dapat melakukan wawancara lengkap
dengan menggunakan keterampilan hanya mendengarkan.
Anda
kemudian akan menghadapi pengaruh keterampilan dan membantu klien
mengeksplorasi personal dan interpersonal konflik. Konfrontasi dianggap penting
untuk pertumbuhan klien dan perubahan. E microskills fokus, refleksi makna dan
interpretasi / reframing datang berikutnya dalam hirarki, diikuti oleh
keterampilan kunci lainnya interpersonal pengaruh - keterbukaan diri, umpan
balik, konsekuensi logis, informasi / psikoedukasi, dan arahan.
Dengan
penguasaan mendengarkan, kemampuan untuk melakukan wawancara menggunakan keterampilan
hanya mendengarkan, dan perintah dari dalam mempengaruhi keterampilan, Anda
akan siap untuk menguasai teori-teori alternatif membantu. Anda akan menemukan
bahwa microskills ini dapat diatur dalam pola yang berbeda dimanfaatkan oleh
teori. Misalnya, jika Anda telah menguasai keterampilan mendengarkan dan
struktur wawancara, Anda memiliki awal yang penting untuk menjadi sepenuhnya
kompeten dalam Rogerian, teori - orang yang berpusat. Kemudian, saat Anda
bergerak ke sistem lain konseling dan terapi, Anda akan menemukan bahwa
keterampilan dasar adalah dasar untuk menguasai teori-teori juga.
Pada
puncak dari piramida microskills adalah menentukan gaya pribadi dan teori. Hal
ini tidak cukup hanya dengan menguasai keterampilan dan teori . Anda akhirnya
akan harus menentukan teori Anda sendiri dan praktek konseling, wawancara, dan
psikoterapi. Pewawancara, konselor, dan psikoterapis adalah banyak independen;
sebagian besar pembantu lebih memilih untuk mengembangkan gaya mereka sendiri,
dan melalui eklektisisme bergerak ke arah campuran mereka sendiri keterampilan
dan teori.
Ketika
Anda mendapatkan rasa keahlian Anda sendiri dan kekuatan, Anda akan belajar
bahwa setiap klien memiliki respon yang benar-benar unik untuk Anda dan gaya
alami Anda. Sementara banyak dapat bekerja dengan baik dengan Anda, klien lain
akan membutuhkan Anda untuk beradaptasi dengan gaya mereka. Anda akan ingin
menjadi fleksibel dan memiliki banyak alternatif siap untuk membantu klien yang
bervariasi.
Model
untuk microskills pembelajaran berorientasi praktek dan mengikuti langkah -
demi-langkah kemajuan, yang akan muncul di seluruh bab-bab dari buku ini sebagai
kerangka dasar pembelajara:
a. Pemanasan, Fokus pada keterampilan tunggal dan
mengidentifikasinya sebagai bagian penting dari wawancara holistik.
b. Melihat, Lihat DVD atau mengamati demonstrasi hidup.
c. Baca, Baca tentang keterampilan atau mendengar ceramah
tentang pokok-pokok penggunaan efektif. Pemahaman kognitif sangat penting untuk
pemeliharaan keterampilan.
d. Praktek, Idealnya, menggunakan video atau rekaman
audio untuk praktek keterampilan; Namun, peran - bermain -praktek dengan
pengamat dan lembar umpan balik juga efektif.
e. Generalisasi, Lengkapi evaluasi diri. Mengintegrasikan
keterampilan dan kontrak untuk aksi ke "dunia nyata " wawancara,
konseling, dan terapi.
Anda
dapat " pergi melalui " keterampilan dengan cepat dan memahami mereka,
tetapi berlatih mereka untuk penuh penguasaan membuat keahlian nyata. Kami
telah melihat banyak siswa " buzz" melalui keterampilan, tetapi
berakhir dengan sedikit di jalan penguasaan dan keahlian. Juga, sebagai
microskills adalah dimensi kecerdasan emosional dan kompetensi sosial,
mengajarkan keterampilan ini kepada klien telah terbukti menjadi konseling
efektif dan teknik terapi ( Daniels , 2009).
Ringkasan : Menguasai Keterampilan dan
Strategi Wawancara dan Konseling
Selamat
datang lagi medan wawancara yang menarik, konseling, dan psikoterapi! Anda
diperkenalkan dengan dasar-dasar sesi konseling individu, tetapi keterampilan
yang sama penting dalam kelompok dan keluarga bekerja. Dan sekarang kita tahu
bahwa pelatihan keterampilan dan wawancara efektif, konseling, dan terapi afeksi
perkembangan otak, sehingga mengakibatkan perubahan jangka panjang di klien
kami
Selain
itu, Anda akan menemukan bahwa dokter dan perawat, manajer dalam pengaturan
bisnis, konselor sebaya, dan banyak orang lain telah mengadopsi format yang
pelatihan keterampilan ini sebagai bagian dari profesi dan / atau pelatihan
mereka. Format microskills asli disajikan di sini telah diterjemahkan ke dalam
lebih dari 20 bahasa dan digunakan di banyak rangkaian bervariasi, misalnya
dengan AIDS dan konselor pengungsi di Afrika dan Sri Lanka; manajer top -line
di Swedia, Jerman, dan Jepang; pembantu yang bekerja dengan korban trauma dari
banjir dan badai; dan pekerja sosial Aborigin di Australia dan suku Inuit di
Arktik Kanada. Sistem ini bekerja dan terus berubah dan berkembang.
Bab
pertama membingkai keseluruhan buku. Ini akan membantu Anda untuk mempelajari
poin kunci berikut karena ini adalah hal-hal yang kami sangat ingin Anda ingat
.
Yang
pertama latihan praktek kompetensi dalam bab ini meminta Anda untuk memeriksa
diri sendiri dan mengidentifikasi kekuatan Anda sebagai penolong. Namun, di
tengah-tengah semua ini, Anda adalah orang yang penting, dan kami berharap
bahwa Anda akan mengembangkan keterampilan konseling Anda berdasarkan keahlian
alami Anda dan keterampilan sosial. Good luck !
Poin-poin penting dari Bab 1
disajikan di bawah ini .
Point Kuci
|
|
Wawancara
, konseling , dan psikoterapi
|
Ini adalah proses yang saling terkait
yang terkadang tumpang tindih. Wawancara dapat dianggap lebih mendasar dan
sering dikaitkan dengan pengumpulan informasi dan menyediakan data yang
diperlukan untuk membantu klien menyelesaikan masalah. Coaching beroperasi
dari kerangka kekuatan dan membantu rencana perubahan jangka panjang segera. Konseling
berfokus pada masalah perkembangan yang normal, sedangkan psikoterapi
menekankan pengobatan lebih masalah mendalam .
|
Microskills
|
Microskills adalah unit keterampilan
komunikasi tunggal wawancara ( misalnya, pertanyaan, refleksi perasaan ).
Mereka diajarkan satu per satu untuk memastikan penguasaan kompetensi dasar
wawancara.
|
Hirarki Microskills
|
Hirarki mengatur microskills menjadi
kerangka kerja sistematis untuk integrasi akhirnya keterampilan dalam
wawancara dengan cara alami. Para microskills beristirahat di atas dasar
etika, kompetensi multikultural, dan kesehatan. Menghadiri dan mendengarkan
keterampilan diikuti oleh konfrontasi, fokus pada keterampilan, dan integrasi
keterampilan akhirnya.
|
Model
mengajar Microskills.
|
Lima langkah yang digunakan untuk
mengajarkan keterampilan tunggal wawancara: (1) pemanasan untuk keterampilan;
(2) melihat keterampilan dalam tindakan; (3) membaca dan belajar tentang
penggunaan yang lebih luas dari keterampilan; ( 4 ) praktik; dan (5)
generalisasi belajar dari wawancara ke kehidupan sehari-hari. Model berguna
untuk mengajarkan keterampilan sosial kepada klien dalam wawancara.
|
Hubungan
- cerita dan kekuatan - goals- Restory - tindakan
|
Tugas pertama kami adalah untuk
membantu klien menceritakan kisah mereka. Untuk memfasilitasi pengembangan,
kita perlu untuk menarik keluar narasi aset pribadi mereka. Dengan dasar yang
positif, klien dapat belajar untuk menulis cerita baru dengan kemungkinan
tindakan baru. James Lanier mengingatkan kita bahwa bahasa menekankan masalah
atau gangguan bisa mendapatkan keefektifan wawancara dan konseling .
|
Intensionalitas
|
Mencapai intensionalitas adalah tujuan
utama dari buku ini dan tujuan utama dari kesengajaan mewawancarai proses
budaya itu sendiri. Intensionalitas bertindak dengan rasa kemampuan dan
memutuskan dari antara berbagai alternatif tindakan. Individu sengaja memiliki
lebih dari satu tindakan, pikiran, atau perilaku untuk memilih dari dalam
menanggapi situasi kehidupan.
|
Mendengar
Cerita Klien : Cara Mengatur Wawancara
Perilaku
Menghadiri dasar untuk semua keterampilan komunikasi hirarki microskills. Tanpa
individual dan tepat budaya menghadiri perilaku, tidak ada wawancara,
konseling, atau psikoterapi.
Bagian ini menambah menghadiri
keterampilan dengan menghadirkan urutan mendengarkan dasar yang akan
memungkinkan Anda untuk memperoleh fakta-fakta utama dan perasaan yang berkaitan
dengan kekhawatiran klien. Melalui keterampilan bertanya, mendorong, parafrase,
mencerminkan perasaan, dan meringkas, Anda akan belajar bagaimana untuk menarik
klien Anda dan memahami cara mereka berpikir tentang kisah mereka. Carilah berikut
dalam bagian kedua ini.
Bab
4. Pertanyaan : Membuka Komunikasi Kami menemukan pertanyaan setiap hari.
Kebanyakan teori konseling sekarang menggunakan pertanyaan yang agak luas. Gerakan
pembinaan berpengaruh baru dan sangat dalam menganggap mereka dasar penilaian
dan mencapai tujuan klien. Konseling singkat dan wawancara motivasi
menggunakannya terus menerus. Bab ini menjelaskan pertanyaan terbuka dan
tertutup dan menunjukkan tempat mereka dalam komunikasi Anda. Tapi kita juga
menunjukkan bahwa penggunaan pertanyaan kadang-kadang merupakan isu
kontroversial. Beberapa ahli berpendapat bahwa bab ini milik setelah
keterampilan yang penting dan pusat akurat dan kembali mendengarkan reflektif.
Bab
5. Keterampilan Observasi Bab ini memberi Anda kesempatan untuk berlatih
mencatat perilaku verbal dan nonverbal klien Anda. Anda juga diminta untuk
mengamati reaksi nonverbal Anda sendiri dalam sesi. Klien sering datang dalam
dengan sedih dan " bawah " postur tubuh. Dengan pengamatan dan
keterampilan mendengarkan, Anda dapat mengantisipasi bahwa mereka akan
menunjukkan bahasa tubuh yang lebih positif sesi berlangsung.
Bab
6. Mendorong, Parafrase, dan Meringkas: Keterampilan Kunci Aktif Mendengarkan
sini kita memeriksa keterampilan klarifikasi dari parafrase, mendorong, dan
meringkas, yang merupakan dasar untuk mengembangkan hubungan dan aliansi
bekerja dengan klien Anda. Mereka sentral juga untuk menarik keluar cerita.
Bab
7. Mengamati dan merefleksikan Perasaan: Sebuah Yayasan Klien Pengalaman merefleksikan
perasaan klien adalah fokus dari bab ini. Anda akan belajar bagaimana untuk
membawa keluar dunia emosional kaya klien Anda. Mungkin bahkan lebih penting
daripada Bab 6, keterampilan ini akan di jantung masalah dan benar-benar
personal wawancara.
Bab
8. Mengintegrasikan Kecakapan Mendengarkan: Bagaimana Melakukan Wawancara -
Dibentuk Setelah Anda menguasai keterampilan observasi dan urutan mendengarkan
dasar, Anda siap untuk terlibat penuh dalam wawancara yang baik, yang terdiri
dari lima tahap. Anda akan dapat menggunakan dalam mendengarkan wawancara dan
keterampilan observasi. Selain itu, penting bahwa Anda dapat mengevaluasi
wawancara Anda dan orang lain untuk tingkat pemahaman empatik. Hal ini penting
tidak hanya untuk mendengarkan tetapi juga untuk mendengarkan empati. Beberapa
instruktur akan ingin menyertakan bacaan empati dengan Bab 6 dan 7.
Bagian
ini, memiliki tujuan ambisius. Pada saat Anda telah menyelesaikan Bab 8, Anda
akan telah mencapai beberapa tujuan utama, memungkinkan Anda untuk beralih ke
dalam perubahan keterampilan interpersonal, pertumbuhan, dan perkembangan. Pada
tingkat yang disengaja kompetensi, Anda mungkin bertujuan untuk mencapai
berikut di bagian ini :
a.
Guru urutan mendengarkan dasar,
memungkinkan klien untuk bercerita. Selain itu, menarik keluar fakta-fakta
kunci dan perasaan yang berhubungan dengan masalah klien.
b.
Perhatikan reaksi
terhadap penggunaan keahlian Anda dan memodifikasi keterampilan Anda dan
menghadiri perilaku untuk melengkapi klien klien keunikan.
c.
Melakukan wawancara
lengkap dengan menggunakan hanya mendengarkan dan mengamati keterampilan.
d.
Mengevaluasi bahwa wawancara untuk
tingkat empati ; dalam efek , memeriksa diri sendiri dan kemampuan Anda untuk
berkomunikasi kehangatan, hal positif, dan dimensi yang lebih subjektif lain
wawancara dan konseling.
Ketika Anda sudah berhasil
tugas-tugas ini, Anda mungkin akan menemukan bahwa klien Anda memiliki
kemampuan yang mengejutkan untuk dipecahkan.
Ringkasan : Pengambilan Keputusan Anda
tentang Pertanyaan
Kami
memulai bab ini dengan meminta Anda untuk berpikir hati-hati tentang pengalaman
pribadi Anda dengan pertanyaan-pertanyaan. Jelas bahwa terlalu sering
menggunakan mereka dapat merusak wawancara. Di sisi lain, pertanyaan yang
memfasilitasi percakapan dan membantu memastikan bahwa hal penting yang dibawa.
Pertanyaan dapat membantu klien membawa hilang informasi. Di antara pertanyaan
tersebut " Apa lagi ? " " Apa yang telah kita kehilangan begitu
jauh?" Dan " Dapatkah Anda memikirkan sesuatu yang penting yang
terjadi dalam hidup Anda sekarang bahwa Anda tidak berbagi dengan saya belum?
"
Teoretisi
orang - berpusat dan banyak profesional tulus menentang penggunaan pertanyaan
sama sekali. Mereka sangat keberatan dengan implikasi kontrol pertanyaan. Mereka
menunjukkan bahwa hati-hati menghadiri dan penggunaan keterampilan mendengarkan
biasanya dapat membawa masalah klien utama. Jika Anda bekerja dengan seseorang
di budaya yang berbeda dari Anda, gaya pertanyaan dapat mengembangkan
ketidakpercayaan. Dalam kasus tersebut, pertanyaan yang perlu diimbangi dengan
keterbukaan diri dan mendengarkan. Coaching menantang orang-orang yang
menghindari pertanyaan, tapi ada gaya - orang yang berpusat pembinaan yang
bertujuan untuk mengurangi penekanan pada mempertanyakan strategi.
Posisi
kami pada pertanyaan jelas - kita percaya pertanyaan, tetapi kami juga takut
berlebihan dan fakta bahwa mereka dapat mengurangi kesetaraan dalam wawancara.
Kami terkesan dengan konselor berfokus solusi singkat yang tampaknya
menggunakan pertanyaan lebih dari keterampilan lainnya tetapi masih mampu
menghormati klien mereka dan membantu mereka berubah. Di sisi lain, kita telah
melihat siswa yang telah menunjukkan kemampuan menghadiri baik mundur hanya
menggunakan pertanyaan. Pertanyaan dapat menjadi mudah " fiks" tapi
mereka membutuhkan mendengarkan klien jika mereka menjadi berarti .
Pencarian
aset positif telah menjadi dasar dari Program microskills sejak awalnya. Kami
percaya bahwa Carl Rogers adalah benar ketika ia fokus pada hal positif dan
penerimaan tanpa syarat. Pembinaan etika gema Rogers, tetapi menggunakan
pertanyaan. Kami telah mencatat lagi dan lagi bahwa terapi terlalu sering
berakhir dengan pengulangan diri sendiri dari masalah. Pertanyaan yang membawa
kekuatan dan sumber daya sering menyebabkan klien untuk aset yang spesifik yang
dapat mereka gunakan untuk membantu masalah tekat dan masalah.
Ringkasan
bab yang paling berguna akan tayangan dan keputusan. Dimana Anda secara pribadi
berdiri pada penggunaan pertanyaan?
Poin-poin penting dari Bab 4 adalah
sebagai berikut .
|
|
Nilai pertanyaan
|
Pertanyaan membantu memulai wawancara,
membuka daerah baru untuk diskusi, membantu menunjukkan dengan tepat dan
mengklarifikasi isu-isu, dan membantu klien dalam eksplorasi diri.
|
Pertanyaan
terbuka dan tertutup
|
Pertanyaan-pertanyaan ini dapat
digambarkan sebagai terbuka atau tertutup. Pertanyaan terbuka adalah mereka
yang tidak dapat dijawab dalam kata-kata singkat. Mereka mendorong orang lain
untuk berbicara dan memberikan informasi yang maksimal. Biasanya, pertanyaan
terbuka dimulai dengan apa, bagaimana, mengapa, atau bisa. Salah satu yang
paling bermanfaat dari semua pertanyaan terbuka adalah " Bisakah Anda
memberikan contoh spesifik dari . . . ? " Pertanyaan tertutup adalah
mereka yang dapat dijawab dalam beberapa kata atau kalimat. Mereka memiliki
keuntungan fokus wawancara dan membawa keluar spesifik, namun mereka
menempatkan tanggung jawab utama untuk bicara pada pewawancara. Pertanyaan
tertutup sering dimulai dengan, adalah , atau lakukan. Contohnya adalah
" Dimana Anda tinggal? " Penting untuk dicatat bahwa pertanyaan
terbuka atau tertutup pada topik yang
menarik mendalam untuk klien sering akan mengakibatkan luas waktu bicara jika
cukup penting. Jika wawancara yang mengalir dengan baik, perbedaan antara
pertanyaan terbuka dan tertutup kurang penting.
|
Konteks
pertanyaan untuk koran
|
Sebuah kerangka umum untuk diagnosis
dan pertanyaan meminta disediakan oleh kerangka wartawan surat kabar dari
siapa, apa , kapan, di mana, bagaimana, mengapa.
▲
Siapa klien? Apa faktor latar belakang pribadi kunci? Siapa lagi yang
terlibat?
▲
Apa masalahnya? Bagaimana rincian yang spesifik dari situasi?
▲
Kapan masalah terjadi? Apa segera didahului dan diikuti situasi?
▲
mana masalah terjadi? Dalam apa yang lingkungan dan situasi?
▲
Bagaimana klien bereaksi? Bagaimana dia merasa tentang hal itu?
▲
Mengapa masalah atau kekhawatiran terjadi?
▲
Apa lagi yang ada untuk menambah cerita? Apakah kita melewatkan sesuatu?
Wawancara adalah tentang lebih dari masalah.
Pertanyaan
diatas bisa diminta untuk menemukan apa peristiwa dan isu-isu mengelilingi
situasi positif atau prestasi. Pelatihan wawancara sering lebih menekankan
keprihatinan dan kesulitan - kesulitan. Sebuah pendekatan yang positif.
|
Isu dan pertanyaan multikultural
|
Pertanyaan-pertanyaan ini dapat
berubah beberapa klien. Beberapa kelompok budaya menemukan pertanyaan cepat
kebakaran Amerika Utara kasar dan mengganggu, terutama jika diminta sebelum
kepercayaan dikembangkan. Namun pertanyaan yang sangat banyak bagian dari
budaya Barat dan menyediakan cara untuk mendapatkan informasi yang banyak
klien dibantu menemukan. Jika pertanyaan yang benar terstruktur dan klien
Anda tahu tujuan sesungguhnya mereka adalah untuk membantu mereka mencapai
tujuan - sebagai milik mereka dalam pembinaan - pertanyaan dapat digunakan
lebih produktif.
|
Jadilah Positif
|
Menekankan hanya isu negatif
menghasilkan siklus ke bawah depresi dan keputusasaan. Pencarian aset
positif, kekuatan penekanan, psikologi positif, dan kesehatan harus
menyeimbangkan pembahasan masalah klien dan kekhawatiran. Apa yang klien
melakukan hal yang benar? Apa pengecualian untuk masalah ini? Apa pribadi
klien, keluarga, dan sumber daya budaya / kontekstual?
|
DAFTAR
PUSTAKA
Alo Liliweri. (2003). Dasar-Dasar
Komunikasi Antar Budaya. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Allen E. Ivey & Mary Badford Ivey (2003). Intentional
Interviewing and Counseling: facilitating Client Development in a Multicultural
Society.USA: Brooks/Cole.
Gladding, Samuel T. 2012. Konseling Profesi yang
Menyeluruh. Jakarta: Indeks
Latipun. 2001. Psikologi Konseling.
Malang:UMM Press
May, Rollo (Terjemah Ahmad Darmin), 2010, Seni Konseling, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Surya, M. 2003. Psikologi Konseling.
Jakarta:Bani Qurasi
Willis, S. 2007. Konseling Individual:Teori dan
Praktek. Bandung:Alfabeta
Pedersen B. Paul,
Crethar C. Hugh & Carlson J (2008). Inclusive Cultural
Therapy : Making Relathionsip Central In
Counseling & Psychoterapy. Washington :
American Psychological Assosiation.
Wanda M.L. Lee, John A. Blando, Nathalie
D. Mizelle, Graciela L. Orozco (2007). Introduction to Multicultural Counseling for Helping
Professionals.
New York :
Routledge Taylor & Francis Group.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar