Minggu, 19 Juni 2016

Sikap Empatik : Individual, Keluarga & Budaya




Sikap Empatik : Individual, Keluarga & Budaya














Sikap Empatik : Individual, Keluarga dan Budaya

A.                Pendekatan Empati dan Empatik
Empatik (dari Bahasa Yunani yang berarti "ketertarikan fisik") didefinisikan sebagai respons afektif dan kognitif yang kompleks pada distres emosional orang lain. Clemmont Vontress, yang telah aktif dalam perdebatan kompetensi konseling multikultural, terutama menekankan pengalaman bersama dalam definisi tentang empati : Empati berasal dari kata Jerman Einfuhlung, yang berarti "satu perasaan." Ini menunjukkan reaksi subjektif seseorang untuk satu atau lebih proksimat individu. Karena itu harus dipahami dalam konteks budaya. Manusia selalu berbagi kesamaan. Pengalaman dan kondisi bersama menghasilkan budaya umum. Mereka juga memungkinkan para peserta untuk berempati dengan rekan-rekan mereka, karena mereka telah "berada di sana dan melakukan hal itu." Dengan mudah mereka mengidentifikasi dengan mereka. (C. Vontress, komunikasi pribadi, 30 Januari 2006).
Empatik termasuk kemampuan untuk merasakan keadaan emosional orang lain, merasa simpatik dan mencoba menyelesaikan masalah, dan mengambil perspektif orang lain. Kata empatik dalam bahasa inggris (Empathy) ditemukan pada tahun 1909 oleh E.B. Titchener sebagai usaha dari menerjemahkan kata bahasa Jerman "Einfühlungsvermögen", fenomena baru yang dieksplorasi oleh Theodor Lipps pada akhir abad 19. Setelah itu, diterjemahkan kembali ke dalam Bahasa Jerman sebagai "Empathie" dan digunakan di sana. Empatik adalah kemampuan dengan berbagai definisi yang berbeda yang mencakup spektrum yang luas, berkisar pada orang lain yang menciptakan keinginan untuk menolong, mengalami emosi yang serupa dengan emosi orang lain, mengetahui apa yang orang lain rasakan dan pikirkan, mengaburkan garis antara diri dan orang lain. Empati adalah suatu istilah umum yang dapat digunakan untuk pertemuan, pengaruh dan interaksi di antara pribadian dengan pribadi. “Empati” berasal dari kata Yunani “pathos”, yang berarti perasaan yang mendalam dan kuat yang mendekati penderitaan. Empati mengacu pada kegiatan identifikasi kepribadian yang lebih mendalam kepada seseorang sedemikian rupa sehingga seseorang yang berempati sesaat  melupakan atau kehilangan dirinya sendiri. Dalam proses empati yang mendalam inilah berlangsung proses pengertian, pengaruh dan bentuk hubungan antarpribadi yang penting lainnya.
Roger (1961) menggambarkan empati sebagai kemampuan konselor untuk “masuk kedalam dunia fenomenal klien, untuk merasakan dunia klien seperti layaknya dunianya sendiri tanpa kehilangan kualitasnya”. Empati juga dapat diartikan kepribadian yang ikut merasakan dan berpikir ke dalam kepribadian lain sehingga tercapai suatu keadaan identifikasi. Dalam identifikasi ini pemahaman antar manusia yang sebenarnya dapat terjadi. Dalam kenyataanya, tanpa empati tidak mungkin ada pengertian. Pengalaman empati terjadi pada konselor berhari-hari baik ia mengenalinya atau tidak. Empati tampaknya sulit dipahami justru karena empati merupakan sesuatu yang sudah umum dikenali serta mendasar. Seperti yang ditunjukkan oleh Adler, bahwa identifikasi kepada diri seseorang ini muncul sampai batas-batas tertentu dalam setiap percakapan. Empati merupakan proses mendasar dalam cinta.
Carls Rogers (1959) mendefinisikan empati sebagai kemampuan "untuk melihat kerangka internal referensi lain dengan akurasi dan dengan komponen emosional dan makna yang berkaitan dengannya seolah-olah adalah orang tanpa pernah kehilangan seolah-olah kondisi "(hlm. 210-211). Empati berfungsi sebagai komponen penting dalam penyediaan lingkungan terapeutik yang optimal di mana kesehatan psikologis klien ditingkatkan. Baru-baru ini, teori berpendapat bahwa empati dan hal positif tanpa syarat secara efektif sisi berlawanan dari koin yang sama. Hal ini untuk mengatakan bahwa terapis tidak dapat memiliki empati untuk klien mereka jika mereka tidak juga memiliki hal positif tanpa syarat (Bozarth, 1997).
Sebuah tinjauan literatur menghasilkan bukti bahwa definisi empati memecah dua kategori utama : empati sebagai kemampuan kognitif atau kemampuan dan empati sebagai emosi atau dimensi kepribadian. Ketika empati didefinisikan sebagai perilaku atau kegiatan, fokus cenderung pada proses komunikasi dalam hubungan. Para sarjana berpendapat bahwa ada perbedaan yang nyata antara kemampuan untuk memahami masalah kognitif dan mengambil peran dan kemampuan untuk mengalami empati sebagai emosi (Feshback, 1975; Meharbian & Epstein, 1972). Telah dikemukakan oleh banyak ahli bahwa kedua dimensi emosional dan kognitif yang diperlukan untuk respon empatik yang akurat (Bohart & Greenberg, 1997 ; Buie, 1981; Goldstein & Michaels, 1985; Ickes, 1997). Ketika empati dianggap sebagai respons emosional, fokusnya adalah pada umumnya pada komponen afektif hubungan terapeutik. Dari perspektif empati ini merupakan respon emosional yang konektivitas pengalaman terapis dimana lebih dalam dengan klien adalah hasilnya. Sebuah anggapan dasar definisi empati adalah bahwa beberapa orang mungkin memiliki kecenderungan yang lebih alami untuk mengalami empati daripada yang lain. Contoh dari perspektif ini diperjelas dengan pernyataan bahwa "empati dalam arti luas mengacu pada respon individu terhadap perasaan orang lain" (lannotti, 1975, hal. 22).
Seorang konselor yang efektif menyadari kerangka kultural yang menjadi acuan tindakan kliennya, termasuk proses persepsi dan kognitifnya (Weinrach, 1987). Sensitivitas semacam ini jika menjembatani kesenjangan budaya antara konselor dan klien dikenal sebagai empati sensitif berdasarkan budaya dan merupakan sebuah kualitas yang dapat ditumbuhkan oleh konselor (Chung & Bemak, 2002). Bagaimanapun juga, seorang konselor yang dapat mempersepsikan secara tepat bagaimana rasanya menjadi klien namun tidak dapat mengungkapkan pengalaman tersebut adalah seorang konselor yang kurang cakap. Konselor semacam itu dapat memahami dinamika kliennya, namun tidak seorang pun, termasuk klien itu sendiri, mengetahui kesadaran konselor. Kemampuan berkomunikasi jelas memainkan peranan yang penting dalam setiap hubungan konseling (Okun & Kantrowitz, 2008). Dapat disimpulankan bahwa pengertian empatik ialah kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan klien, merasa dan berfikir bersama klien dan bukan untuk atau tentang klien. Empatik dilakukan sejalan dengan perilaku attending, tanpa perilaku attending mustahil terbentuk empatik.


B.                 Konstruksi Empati
Empati telah lama dianggap sebagai landasan terapi yang efektif dan penting untuk pengembangan aliansi terapeutik (Bohart & Greenberg, 1997). Kepercayaan pada pentingnya empati dalam psikoterapi dan konseling mulai membuat kemajuan dengan ahli teori dan praktisi di seluruh awal 1900-an. Sebagai contoh, empati disebut-sebut sebagai faktor penting dalam psikoterapi oleh ahli teori awal seperti Sigmund Freud, Gordon Allport, dan Alfred Adler (lihat Peitchinis, 1990).
Menurut Goleman, kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau peduli, menunjukkan kemampuan empati seseorang. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain.
Goleman (1997) menyatakan terdapat 3 (tiga) karakteristik kemampuan seseorang dalam berempati, yaitu:
1.         Mampu Menerima Sudut Pandang Orang Lain
Individu mampu membedakan antara apa yang dikatakan atau dilakukan orang lain dengan reaksi dan penilaian individu itu sendiri. Dengan perkembangan aspek kognitif seseorang, kemampuan untuk menerima sudut pandang orang lain dan pemahaman terhadap perasaan orang lain akan lebih lengkap dan akurat sehingga ia akan mampu memberikan perlakuan dengan cara yang tepat.
2.         Memiliki Kepekaan Terhadap Perasaan Orang Lain
Individu mampu mengidentifikasi perasaan-perasaan orang lain dan peka terhadap hadirnya emosi dalam diri orang lain melalui pesan non verbal yang ditampakkan, misalnya nada bicara, gerak-gerik dan ekspresi wajah. Kepekaan yang sering diasah akan dapat membangkitkan reaksi spontan terhadap kondisi orang lain.
3.         Mampu Mendengarkan Orang Lain
Mendengarkan merupakan sebuah ketrampilan yang perlu dimiliki untuk mengasah kemampuan empati. Sikap mau mendengar memberikan pemahaman yang lebih baik terhadap perasaan orang lain dan mampu membangkitkan penerimaan terhadap perbedaan yang terjadi.
Eisenberg (2002) juga menyatakan empati penting bagi individu, karena dengan empati seseorang dapat :
1.         Menyesuaikan Diri
Empati mempermudah proses adaptasi, karena ada kesadaran dalam diri bahwa sudut pandang setiap orang berbeda. Orang yang memiliki rasa empati yang baik, maka penyesuaian dirinya akan dimanifestasikan dalam sifat optimis dan fleksibel.
2.         Mempercepat Hubungan dengan Orang Lain
Jika setiap orang berusaha untuk berempati, maka setiap individu akan mudah untuk merasa diterima dan dipahami oleh orang lain.
3.         Meningkatkan Harga Diri
Empati dapat meningkatkan harga diri seseorang.Dimulai dari peran empati dalam hubungan sosial, yang merupakan media berkreasai dan menyatakan identitas diri.
4.         Meningkatkan Pemahaman Diri
Kemampuan memahami perasan orang lain dan menunjukkan perasaan tersebut tanpa harus secara nyata terlibat dalam perasaan orang lain, menyebabkan seorang individu sadar bahwa orang lain dapat melakukan penilaian berdasarkan perilakunya. Hal itu menyebabkan individu lebih sadar dan memperhatikan pendapat orang lain tentang dirinya. Melalui proses tersebut akan terbentuk pemahaman diri yang  terjadi dengan perbandingan sosial yang dilakukan dengan membandingkan diri sendiri dengan orang lain.
Vontress mengidentifikasi setidaknya empat kondisi atau set berbagi pengalaman yang berkontribusi terhadap empati :
1.         Pertama, sebagai anggota dari spesies yang sama, kita manusia disimpan dalam sistem biologi rapuh yang universal tidak berubah-ubah. Oleh karena itu, kita berperilaku dengan cara diprediksi, untuk mempertahankan dan melestarikan kehidupan. Kami memahami apa rasanya cinta, menjadi orang tua, menjadi kelaparan, atau tanpa tempat tinggal, terancam secara fisik atau psikologis, atau berduka ketika orang-orang tercinta meninggal.
2.         Kedua, orang-orang yang tinggal di zona geografis yang mirip mengerti bagaimana rasanya menghuni daerah seperti dunia. Sebagai contoh, penduduk asli Mali bisa berempati dengan orang lain yang menahan panas yang ekstrim dan kelembaban sub-Sahara Afrika.
3.         Ketiga, penduduk bangsa beradaptasi dengan aturan, peraturan, nilai-nilai, dan sikap menyebar di negara itu. Mereka juga memahami dan berempati dengan sukacita dan penderitaan rekan senegaranya mereka.
4.         Keempat, di negara-negara besar, orang menyesuaikan diri dengan daerah-daerah tertentu dari negara di mana mereka tinggal. Mereka sering secara naluriah memahami dan merasakan apa yang orang lain rasakan dari daerah yang sama. Akhirnya, anggota masyarakat ras dan etnis biasanya berbagi ikatan bahwa orang-orang eksternal untuk komunitas mereka mungkin tidak mengerti. Berempati dengan mudah dengan sesama ras atau etnis mereka, mereka segera tahu "di mana mereka berasal." Oleh karena itu empati budaya adalah kemampuan belajar dari konselor untuk secara akurat memahami dan merespons dengan tepat untuk setiap klien budaya yang berbeda.
Sejumlah peneliti melaporkan bahwa kemampuan untuk berkomunikasi antarbudaya tergantung atas bagaimana cara anda meletakkan diri dalam kerangka sikap oranglain. Kalau anda mau menciptakan kerangka itu maka anda telah membuat suatu jaringan untuk menciptakan efektifitas komunikasi antarbudaya. Dengan tindakan empati dimaksudkan agar anda mulai mengerti dan memahami oranglain “dari dalam”, dari kerangka pikir (gagasan yang dia komunikasikan), perasaan dan perbuatan (Rogers,1983). Tindakan empati diawal komunikasi antarbudaya dapat dilakukan melalui tindakan mendengar secara aktif dan akurat, demikian yang dikemukakan oleh Hammer (1989); Liliweri (1994).




C.                Kondisi-Kondisi Fasilitatif
Dalam konseling, konseli merupakan individu yang perlu mendapat perhatian sehubungan dengan masalah yang dihadapinya. Keberhasilan konseling selain karena faktor kondisi yang diciptakan oleh konselor, cara penanganan, dan aspek konselor sendiri, ditentukan pula oleh faktor konseli. Rogers dalam Latipun (2001:46) mengatakan bahwa konseli adalah “individu yang hadir ke konselor dalam keadaan cemas atau tidak kongruen”. Dalam konteks konseling, konseli adalah subjek yang memiliki kekuatan, motivasi, kemauan untuk berubah, dan pelaku bagi perubahan dirinya.
“Motivasi konseli datang atau berpartisipasi dalam konseling sangat berpengaruh terhadap hasil konseling” (Latipun, 2001:234). Motivasi dapat diartikan sebagai suatu dorongan untuk mewujudkan perilaku tertentu yang terarah kepada tujuan tertentu (Surya, 2003:106). Motivasi konseli untuk datang pada konselor yang didasari atas kesadaran bahwa ia punya masalah dan membutuhkan orang lain menjadi syarat keberhasilan konseling. Permasalahan yang terjadi tidak semua konseli yang datang pada konselor atas inisiatif sendiri melainkan karena dipanggil atau atas perintah wali kelas. Konseli yang hadir di ruang konseling atas kesadaran sendiri dan memiliki maksud serta tujuan tertentu disebut konseli sukarela (Willis, 2007:116). Secara umum konseli datang kepada konselor karena satu atau beberapa alasan di antaranya atas kemauannya sendiri, kemauan atau anjuran keluarga dan sahabat-sahabatnya, atau atas rujukan dari profesioanl lain (Latipun, 2001:47).
Menurut Surya (2003:108-109) motivasi dalam diri konseli akan membantu konseli untuk menyesuaikan antara harapan-harapan yang ingin dicapai dengan realita yang ada, dan membantu menghadapi kegagalan yang mungkin terjadi dengan realistis. Selain motivasi konseli, faktor lain yang ikut mempengaruhi keberhasilan konseling adalah sikap empati konselor. Latipun (2001:44) mengatakan bahwa “kemampuan konselor untuk dapat memberi empati sangat penting dan mutlak bagi keberhasilan konseling”. Karena itu empati merupakan salah satu kondisi yang harus terjadi untuk perubahan konseli dan dengan empati, konseli dapat merasakan bahwa ada orang lain yang bersedia memahami dirinya yang sebelumnya belum didapatkannya. Untuk menciptakan situasi kondusif bagi keterbukaan dan kelancaran konseling, maka sifat empati, jujur, asli, mempercayai, toleransi, respek, menerima, dan komitmen terhadap hubungan konseling amat diperlukan dan dikembangkan terus oleh konselor (Willis, 2007:45). Di dalam konseling seorang konselor harus mampu menciptakan rapport, dengan cara konselor harus empati, harus merasakan apa yang dirasakan konselinya (Willis, 2007:47).
Empati dapat subjektif, antarpribadi atau objektif. Serinngkali empati adalah kombinasi ketiganya. Dalam situasi terapi, empati adalah kemampuan konselor untuk menyatu dengan klien dan memantulkan pemahaman ini kembali kepada mereka. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara tetapi empati secara esensial adalah suatu upaya untuk berpikir dengan alih-alih untuk atau mengenai klien dan untuk menyerap komunikasi, maksud, dan pengertian klien tersebut. Menurut Rogers dalam Gladding (2012:246), tingkat empati yang tinggi dalam suatu hubungan adalah yang paling berpotensi dan jelas merupakan salah satu faktor paling kuat dalam mewujudkan perubahan dan pembelajaran. Untuk memperoleh hasil yang maksimal, proses konseling memerlukan kondisi atau iklim yang memungkinkan konseli dapat berkembang dan harus di ciptakan konselor sepanjang proses konseling. Kondisi tersebut disebut dengan kondisi konseling yang fasilitatif (facilitative counseling condition), meliputi kongruensi (congruence); penghargaan positif tanpa syarat (unconditioning positive regard); mengerti secara empati (empathetic understanding).

D.                Isu-Isu Multikultural, Empati dan Keluarga
Isu-Isu saat ini dan Kontroversi
1.         Apakah Multikulturalisme Eksklusif atau Konsep Inklusif ?
              Masalah di sini adalah apakah multikulturalisme harus secara eksklusif melibatkan studi etnis perbedaan karena mereka mempengaruhi proses konseling . Komponen yang mendukung  sudut pandang eksklusif khawatir bahwa pengaruh rasisme akan diabaikan atau diencerkan jika perbedaan budaya lainnya seperti jenis kelamin , usia , orientasi seksual , atau cacat juga disertakan ( Jackson , 1995) . Pendukung dari sudut pandang yang lebih inklusif mengakui bahwa diskriminasi dan perlakuan yang tidak sama untuk alasan lain selain ras juga luas dan juga mempengaruhi klien , konselor , dan proses konseling dengan cara penting yang harus dipelajari . Minoritas budaya lainnya mengalami diskriminasi , seperti halnya etnis minoritas , berdasarkan pada aspek permanen dari diri mereka sendiri yang tidak dapat diubah . Dalam buku ini , pandangan inklusif konseling multikultural diambil . Beberapa bab ( misalnya , Bab 3 , " Memahami dan Menghargai Perbedaan " ) fokus pada perbedaan-perbedaan individu dan prasangka dari perspektif psikologis yang luas karena mereka mempengaruhi semua orang , dan bab lainnya menekankan pengalaman kelompok budaya etnis dan lainnya berbeda-beda.
2.             Isu RAS
              Di Minnesota Multiphasic Personality Inventory ( MMPI ), mungkin tes penilaian kepribadian yang paling banyak digunakan dan baik diteliti, dan revisinya, MMPI - 2, Blacks skor berbeda pada Skizofrenia, Paranoia, Mania, dan F sub-skala (Williams, 1987), sedangkan Amerika Asia melaporkan keluhan somatik lebih (S. Sue & Sue, 1974). Perbedaan kelompok ini bertepatan dengan perbedaan umum dalam nilai-nilai budaya dan pengalaman. Meskipun MMPI/MMPI-2 ini dirancang sebagai tindakan etik (yaitu, dengan harapan bahwa itu akan mengidentifikasi kualitas universal; Nagayama, Hall & Phung, 2001), perbedaan kelompok benar-benar mendukung (1988) pernyataan Dana yang MMPI / MMPI-2 adalah instrumen emic, relevan terutama untuk satu kelompok budaya tertentu untuk siapa itu dikembangkan. Dengan demikian, sindrom alienasi kulit hitam yang mungkin muncul pada MMPI/MMPI-2 belum tentu merupakan indikasi patologi individu melainkan kelompok keterasingan budaya di Amerika Serikat. Satu rekomendasi mungkin ameliorating adalah untuk berhati-hati mengeksplorasi situasi kehidupan orang yang sedang diuji setiap kali profil MMPI adalah nyata menyimpang (Dahlstrom, Láchar, & Dahlstrom, 1986).
Perbedaan antara penduduk asli Amerika, Afrika Amerika, Meksiko Amerika, dan kelompok-kelompok Kaukasia pada tes kepribadian banyak digunakan lagi, Meyers-Briggs Type Indicator (MBTI), juga telah dicatat (Oxford & Nuby, 1998). MBTI, meskipun, telah diterima secara luas sebagai berguna dalam sebagian besar budaya dimana ia telah digunakan (McCaulley & Moody, 2001).
              Inventory Kuat, yang banyak digunakan uji kejuruan yang menarik, juga menghasilkan perbedaan kelompok etnis. Kulit hitam cenderung skor yang lebih tinggi dalam bisnis dan pelayanan sosial pekerjaan, lebih rendah dalam pekerjaan ilmu fisika, lebih rendah pada skala realistis, dan lebih tinggi pada Sosial dan skala konvensional pada versi sebelumnya dari Kuat (misalnya, SVIB), dan tidak ada penelitian telah dilaporkan pada versi saat tes dengan anggota kelompok etnis tampak ras (Carter & Swanson,1990). Carter dan Swanson (1990 ) menyimpulkan bahwa " Sedikit bukti ada untuk validitas psikometri dari Kuat dengan kulit hitam" dan bahwa " Kurangnya perhatian penelitian mengerikan, terutama untuk instrumen dengan penggunaan luas seperti" (hal. 206). Menurut Carter dan Swanson, pada tahun 1952 Kuat sendiri, pengembang tes, menyimpulkan bahwa ada kebutuhan untuk kelompok norma kulit hitam, tapi tidak ada norma tersebut belum tersedia secara luas. Dianjurkan agar konselor mengeksplorasi dengan klien etnis kulit hitam minoritas lainnya sejauh mana berbagai pekerjaan mungkin terbuka untuk mereka dan pengaruh variabel budaya dalam pemilihan jurusan kuliah dan karir (Carter & Swanson, 1990). Sebuah tes yang lebih individual, seperti Self- Directed Holland Cari (Sweetland & Keyser, 1983), mungkin lebih berguna dengan klien etnis minoritas.
              Salah satu survei dari 332 konselor rehabilitasi kejuruan menemukan bahwa hanya 27 % dinilai hasil evaluasi psikologis dan kejuruan seperti yang sering atau hampir selalu berkaitan dengan budaya untuk klien asli Amerika yang tinggal di reservasi, dan hanya 35 % dinilai sebagai relevan untuk observasi klien (WE Martin, Frank, Minkler, & Johnson, 1988) . Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa, untuk klien minoritas etnis, contoh kerja individual, penilaian situasional, dan pada evaluasi pekerjaan harus berbobot lebih berat daripada pengujian standar
3.             Masalah Budaya Lainnya
              Penyandang cacat juga dapat disalahpahami oleh perangkat penilaian tradisional. Sebagai contoh, orang-orang cacat pendengaran pada awal 1900-an diberi kecerdasan dan kepribadian tes lisan, dan bahkan sekarang ada kurangnya instrumentasi yang tepat untuk benar menilai kesehatan mental, pendidikan, dan kebutuhan rehabilitasi orang-orang yang tuli (Vernon, 1995). Bracken dan McCallum (2001) menunjukkan bahwa seseorang tuna rungu dapat diidentifikasi sebagai kemampuan kognitif lebih rendah jika ligence inteligensia mereka diukur dengan tes bahasa dimuat tradisional. Pollard (1996) mencatat bahwa tren diagnostik yang tidak biasa dalam sampel dari orang-orang tuli tampaknya terkait dengan bias pengujian ketimbang kenyataan klinis.
              Orang tua kelompok lain untuk siapa pengujian yang tepat adalah sulit . Myers dan Schwiebert (1996) mencatat beberapa masalah yang spesifik dan rekomendasi yang relevan dengan pengujian orang tua.
a.    Gunakan sesi singkat, sebagai orang-orang yang lebih tua mungkin lebih mudah.
b.    Penggunaan tipe besar dan spasi ganda membantu.
c.    Memantau tingkat membaca yang dituntut oleh petunjuk dan barang-barang.
d.   Jangka waktu tes mungkin frustasi dan tidak akurat karena waktu reaksinya lambat.
e.    Orang tua mungkin belum terbiasa dengan prosedur pengujian standar dan perilaku tes mengambil kurangnya.
f.     Menjaga terhadap ekspektasi pemeriksa rendah hasil tes serta rendahnya. motivasi untuk mengambil tes pada bagian dari orang tua sedang diuji.
4.        Family
              Mitos mengenai kerusakan keluarga kulit hitam sebagai penyebab utama masalah Afrika-Amerika menunjukkan kurangnya pemahaman tentang keluarga kulit hitam. Kekerabatan yang kuat dan ikatan suku umum di antara budaya Afrika rusak akibat perbudakan, yang sering terpisah secara fisik anggota keluarga (Hines & Boyd-Franklin, 1982). Namun, ketahanan nilai-nilai keluarga Amerika Afrika mungkin saat ini dibuktikan dalam berbagai cara, termasuk penerimaan anak yang lahir di luar nikah, sering diperpanjang kontak keluarga, dan rumah tangga multigenerasi. Seorang anak dibesarkan oleh orang lain selain dirinya atau orang tuanya tidak ditolak di masyarakat, seperti pengaturan hidup alternatif solusi praktis untuk masalah ekonomi dan lainnya (Hines & Boyd-Franklin, 1982). Ibu sering dianggap kekuatan dan emosional pusat keluarga, bertindak sebagai pengaruh menstabilkan jika ayah tidak memiliki tingkat pendidikan atau pekerjaan yang diperlukan untuk melindungi atau menyediakan untuk keluarga (Pinderhughes, 1982). Namun, ayah dapat dianggap sebagai kepala rumah tangga bahkan ketika ia secara fisik tidak hadir dari keluarga. Pemisahan panjang mungkin lebih ditoleransi daripada ide perceraian ketika konflik perkawinan terjadi, dan masalah perkawinan dapat diatasi secara tidak langsung.
              Pada saat yang sama, mungkin ada tekanan pada anggota keluarga untuk tetap dekat dengan rumah dan membantu anggota keluarga yang membutuhkan (Hines & Boyd-Franklin, 1982). Dalam beberapa keluarga, kebutuhan ekonomi menghasilkan penekanan dan peran terkait pembagian kerja dalam rumah tangga dan dorongan prestasi pendidikan bagi perempuan.

E.                 Kompetensi Empati Terhadap Multikultural
Carl Rogers (1957, 1961) membawa pentingnya empati. Dia membuat  jelas bahwa sangat penting untuk mendengarkan dengan seksama, memasuki dunia klien, dan berkomunikasi dengan memahami dunia klien sebagai klien melihat dan mengalaminya. Menempatkan diri "ke dalam sepatu orang lain "dan" melihat dunia melalui mata dan telinga orang lain " begitulah cara lain untuk menggambarkan empati. Berikut kutipan telah digunakan oleh Rogers sendiri  untuk arti dari empati: Anda tidak meletakkan perjalanan pada orang-orang. . . . Anda hanya mendengarkan dan mengatakan kembali pada orang ini  berbagai hal, langkah demi langkah, seperti orang yang tampaknya memiliki hal itu pada saat itu. Anda tidak pernah mencampur ke dalamnya salah satu hal atau ide-ide anda sendiri, tidak pernah berbaring pada orang apa pun yang orang tidak mengungkapkan. . . . Untuk menunjukkan bahwa Anda memahami persis, membuat satu atau dua kalimat yang tepat pada makna pribadi orang tersebut dengan mencakup keseluruhannya. Dengan kata-kata Anda sendiri, biasanya, tetapi menggunakan kata-kata orang itu sendiri untuk hal utama yang sensitive. (Allen, 2003:200)
1.         Pengembangan Kompetensi Konseling Multikultural
              Tujuan dari buku ini adalah untuk memperkenalkan pembaca untuk isu-isu dasar dan konsep yang berkaitan dengan konseling multikultural dan untuk mengembangkan kesadaran dan apresiasi terhadap perlunya pengetahuan budaya khusus dalam proses konseling . Sebagai kesadaran multikultural dan meningkatkan pengetahuan, keterampilan konseling multikultural bisa tumbuh. Pengalaman praktis dan interaksi yang berkelanjutan dengan beragam klien sangat penting bagi pengembangan keterampilan multikultural . Mengembangkan keterampilan konseling multikultural merupakan kebutuhan pendidikan berkelanjutan sedang berlangsung untuk konselor di abad ke-21 sebagai penduduk Amerika Serikat terus melakukan diversifikasi, terutama dalam hal etnis dan usia. Bab ini mencakup kajian teori multikultural saat ini, status gerakan menuju kompetensi konseling multikultural untuk semua konselor, masalah pelatihan sehubungan dengan konseling multikultural, dan isu-isu multikulturalisme dalam profesi konseling.
2.             Kompetensi Multikultural
              Banyak pekerjaan yang telah dilakukan terhadap menentukan kompetensi konselor apapun akan perlu untuk berfungsi secara memadai dalam hubungan konseling multikultural. Artikel pada topik adalah kertas posisi yang disiapkan oleh sekelompok psikolog konseling dalam American Psychological Association (Sue et al, 1982). Makalah dijelaskan 11 karakteristik psikolog konseling budaya terampil dalam bidang-bidang keyakinan dan sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Saat ini ada 31 menyatakan kompetensi lintas budaya dan tujuan dalam bidang-bidang kesadaran konselor dari nilai-nilai mereka sendiri budaya dan bias (9 kompetensi), kesadaran mereka tentang pandangan klien (7 kompetensi), dan strategi intervensi yang sesuai dengan budaya (15 kompetensi). Kompetensi ini telah didukung oleh beberapa divisi APA dan ACA. Namun, ada sedikit validasi kompetensi ini dengan penelitian ke dalam proses, hasil, survei konsumen, atau studi ahli ( Atkinson & Israel, 2003).
S. Sue (1998) mengusulkan model alternatif juga terdiri dari tiga aspek umum kompetensi budaya yang diperlukan untuk konseling dan psikoterapi. Dimensi pertama, pikiran ilmiah, mengacu pada kemampuan konselor untuk melakukan pengujian hipotesis klinis sehubungan dengan data klien budaya dan lainnya. Dimensi kedua, ukuran dinamis, mengacu pada kemampuan konselor untuk tahu kapan untuk menggeneralisasi dan bersifat inklusif dan kapan untuk individualis dan eksklusif sehubungan dengan klien tertentu. Kualitas ini memungkinkan konselor untuk memanfaatkan isu-isu budaya relevan dan tidak banyak menyamaratakan atau stereotip klien. Dimensi ketiga, keahlian budaya khusus, mirip dengan dimensi pengetahuan budaya termasuk dalam ACA kompetensi konseling multikultural dan proposal standar dan langkah-langkah penilaian. Ada beberapa bukti penelitian yang memperlakukan klien etnis minoritas dalam program etnis tertentu, yang mungkin termasuk memodifikasi praktek terapi dengan mempertimbangkan adat budaya, menggunakan dwibudaya dua bahasa staf, prosedur ramah-budaya, dan sebagainya, telah berhubungan dengan tingkat putus sekolah yang kurang sering dan panjang lagi pengobatan (Takeuchi, Sue, & Yeh, 1995; Yeh, Takeuchi & Sue, 1994).
3.             Pelatihan multikultural
              Beberapa model telah diusulkan untuk pelatihan konseling multikultural program. Ridley, Mendoza, dan Kanitz (1994) menggambarkan lima kerangka kerja yang berbeda untuk mendekati konseling multikultural :
a)             Kerangka generik atau etik mengasumsikan bahwa konseling secara universal berlaku tanpa justifikasi empiris atau modifikasi budaya.
b)             Sebuah kerangka emic dapat mengajarkan proses umum untuk mengumpulkan dan mengintegrasikan informasi budaya tertentu dengan risiko mempromosikan stereotip.
c)             Sebuah kerangka idiografis menggunakan klien sebagai sumber data primer dan menekankan individualitas klien dalam hal budaya.
d)            Pendekatan autoplastik mengharuskan klien mengubah diri untuk masuk ke dalam lingkungan budaya mereka.
e)             Pendekatan alloplastik menekankan pengaruh politik klien, sosial, dan lingkungan ekonomi dalam memberikan kontribusi terhadap dirinya atau masalah dan berfokus pada pemberdayaan dan advokasi untuk klien dengan risiko korban.
              Program pelatihan konselor sering mengambil pendekatan etik, idiografis, atau autoplastik pelatihan konseling multikultural, sedangkan penekanan saat ini di lapangan adalah menuju pendekatan yang lebih emic dan alloplastik. Mantan blur kebutuhan kurikulum khusus yang terkait dengan konseling multikultural karena pengaruh budaya dipandang sebagai tidak berbeda dari masalah spesifik lainnya dalam hidup bahwa seseorang mungkin menghadapi. Bukti penelitian dari waktu ke waktu telah mendokumentasikan perubahan positif tertentu yang dihasilkan dari pelatihan multikultural ( Smith et al . , 2006).
              Wehrly (1991) menjelaskan model lima tahap perkembangan untuk persiapan konselor multikultural yang dibangun di atas karya Carney dan Kahn (1984 ) dan Sabnani, Ponterotto, dan Borodovsky (1991). Tahap pertama panggilan untuk lingkungan pelatihan terstruktur dan mendukung untuk mengurangi kecemasan siswa, mendorong kesadaran diri melalui menulis jurnal, dan memulai pengetahuan budaya belajar melalui etnik / budaya novel bulan November dan laporan buku. Tahap kedua menekankan mencari informasi tentang asal-usul budaya siswa sendiri dan nilai-nilai dominan serta meneliti budaya etnis yang berbeda, termasuk keadaan masuknya kelompok ke Amerika Serikat, pengobatan (sebagai imigran, budak, dll ), dan penyedia bantuan sejarah sepanjang sejarah mereka di negeri ini. Tahap ketiga menggabungkan pemahaman yang lebih dalam keterlibatan pribadi yang murid dalam rasisme meresap di Amerika Serikat dan menekankan pentingnya konselor menangani perbedaan budaya ras/antara konselor dan klien selama sesi konseling pertama. Tahapan keempat dan kelima melibatkan pengalaman langsung bekerja dengan klien budaya yang berbeda dalam pengaturan praktikum dan magang di bawah supervisor terlatih.
4.             Format Pelatihan
              Dua format utama yang program pendidikan konselor telah digunakan untuk pelatihan multikultural adalah kursus tunggal dan kurikulum infus ( Fouad , Manese, & Casas, 1992) pendekatan. Satu survery nasional mengungkapkan bahwa 89 % dari program doktor dalam konseling membutuhkan setidaknya satu saja multikultural dan 58 % menanamkan konten multikultural di seluruh kursus mereka (Ponterotto, 1997). Namun, studi lain program pelatihan psikologi sekolah menunjukkan bahwa 40 % memiliki tidak konten multikultural di program inti atau memiliki program multikultural tertentu (Rogers, Ponterotto, Conoley, & Wiese, 1992). Bahkan kurang menjanjikan, survei lain psikolog yang menerima gelar mereka antara Tahun 1985 dan 1987 melaporkan bahwa hanya 34 % dari responden menunjukkan bahwa kursus populasi yang beragam yang tersedia dalam program doktor mereka, hanya 25 % yang benar-benar diambil kursus tersebut selama sekolah pascasarjana, dan 46,3 % merasa bahwa kursus pascasarjana mereka telah " jarang " atau " tidak pernah "keanekaragaman tertutup ( Allison, Crawford, Echemendia, Robinson, & Knepp ,1994).
              Sebuah kursus tunggal yang terkait dengan konseling multikultural, meskipun format yang paling umum untuk pelatihan multikultural, sering dikritik. Ini adalah hanya titik awal untuk mahasiswa pascasarjana dan tidak memiliki kedalaman yang dibutuhkan untuk mendorong tingkat tinggi kesadaran, pengetahuan , atau keterampilan ; memiliki potensi untuk stereotip ; dan tidak memungkinkan untuk integrasi kesadaran , pengetahuan , dan keterampilan ( D' Andrea et al , 1991; . Reynolds , 1995; Rooney , Flores , & Mercier , 1998; Vasquez & Garcia - Vasquez , 2003) . Instruktur kursus multikultural tunggal disarankan untuk memasukkan isu-isu kekuasaan dan diskriminasi , sejarah penindasan , dan untuk membingkai ketahanan terhadap pelatihan multikultural sebagai menyelesaikan dilema etika ( Alvarez & Miville ,2003; Vasquez & Garcia - Vasquez , 2003) .
              Di sisi lain , konten komprehensif multikultural ke dalam program kerja dan pengalaman lapangan membutuhkan komitmen kelembagaan dan alokasi sumber daya yang banyak program pelatihan konselor yang baik tidak mau atau mampu untuk membuat ( D' Andrea et al . , 1991) . Asisten dan fakultas tambahan anggota cenderung bertanggung jawab untuk melaksanakan upaya-upaya pelatihan multikultural ( Bell , Washington , Weinstein , & Love ,
1997; Hills & Strozier , 1992 ) . Fakultas di peringkat yang lebih rendah umumnya memiliki pengetahuan yang kurang tentang lembaga , daya yang lebih kecil , dan kurang berpengaruh dalam membawa perubahan kurikulum .
              Bahkan ketika program telah membuat komitmen dinyatakan mencakup pelatihan multikultural di semua kursus yang , kepatuhan nyata dan hasil yang sulit untuk memantau . Ini adalah salah satu hal untuk menyertakan beberapa topik multikultural dan referensi dalam kursus silabus dan lain untuk benar-benar mengintegrasikan isu-isu dan perspektif multikultural ke dalam semua ceramah dan diskusi .
              Ada cara lain untuk mendapatkan pelatihan multikultural selain dari kursus formal. Selain pelatihan kesadaran budaya, pengetahuan, dan keterampilan, Preli dan Bernard (1993 ) meliputi kontak dengan orang-orang minoritas budaya dan Practica konseling dengan klien minoritas. Namun, hanya 5,7 % dari pusat konseling program magang predoctoral universitas dipelajari magang wajib memiliki klien etnis ( Murphy , Wright , & Bellamy , 1995) . Enns (1993 ) mencatat bahwa meskipun terapis feminis selama 20 tahun terakhir telah mendidik diri mereka dengan mengambil kursus konseling perempuan atau terapi feminis, lebih belajar berlangsung dari belajar pribadi dan penelitian, lokakarya profesional, percakapan informal dan kelompok belajar, dan konseling aktual pengalaman dengan klien perempuan. Pelatihan multikultural adalah proses seumur hidup multifaset .
5.             Sebuah Kurikulum Pelatihan Model
              Meskipun ada variabilitas besar di antara program-program pelatihan multikultural, kurikulum model yang dijelaskan dalam hal kesadaran, pengetahuan, dan keterampilan yang ditawarkan di sini bahwa menggabungkan rekomendasi dari beberapa sumber ( Das , 1995; Enns , 1993. Fouad et al , 1992; Preli & Bernard , 1993; . Ridley et al , 1994) serta orang-orang dari penulis . Elemen model kurikulum diuraikan dalam kotak di halaman 28.
6.             Konten Pelatihan Kurikulum Multikultural
              Beberapa elemen dari model kurikulum ini saat bagian dari sebagian besar program pendidikan konselor (misalnya, pengetahuan etika, resistensi klien penanganan), banyak yang tidak (misalnya, kefasihan bahasa kedua, praktek penyembuhan adat), dan lain-lain memperluas peran konselor (misalnya, pencegahan masalah, advokasi) dalam arah non-tradisional. Ada sumber daya yang substansial yang ditulis dalam bidang kesadaran diri budaya (Katz, 2003; McIntosh, 1988) dan dominan luas multikultural kekhawatiran sastra konseling pengetahuan budaya tertentu dan dampak potensial dalam konseling. Namun, tantangan terbesar dalam pelatihan konselor multikultural saat ini berada di area keterampilan : " The menunjukkan dengan tepat keterampilan konseling khusus yang akan membantu konselor dalam membuat pekerjaan mereka dengan klien individu budaya efektif " (Lee, 1996, p 2).
              Sebuah program model pelatihan multikultural akan menempatkan konten yang dijelaskan di atas ke dalam praktek dengan memberikan kesempatan untuk kontak dalam program dan dalam masyarakat sekitar dengan orang-orang dari latar belakang budaya minoritas dan membutuhkan pengalaman praktikum dengan populasi minoritas budaya ( McRae & Johnson , 1991;)

                   Konten Pelatihan Kurikulum Multikultural

Kesadaran
1.      Kesadaran meningkatkan sehubungan dengan isu-isu rasisme, seksisme, homofobia, transgenderphobia , usia , dan ablism.
2.      Budaya kesadaran diri dari latar belakang konselor sendiri etnis ( s ) dan reaksi potensi klien dan implikasi lain untuk konseling Budaya kesadaran diri dari konselor jenis kelamin sendiri , orientasi seksual, identitas gender, usia, dan kelas sosial dan reaksi potensi klien dan implikasi lain untuk konseling
3.      Budaya kesadaran diri dari cacat konselor sendiri fisik dan mental dan reaksi potensi klien dan implikasi lainnya untuk konseling
4.     Menghormati perbedaan budaya
Pengetahuan
1.      Konteks sosial politik konseling , termasuk penindasan , diskriminasi , dan rasisme , hambatan ke layanan , dan penyebab sosial tekanan psikologis Budaya dan bias rasial dalam masalah pengujian
2.      Model-model pembangunan identitas budaya
3.      masalah akulturasi
4.      Variasi budaya dalam keluarga make - up , pola perkembangan , harapan klien , dilihat dari kesehatan dan penyakit
5.      Kemampuan untuk mengkritik teori yang ada untuk relevansi budaya ( worldview )
6.      Kedua kefasihan bahasa
7.      Pengetahuan budaya karakteristik normatif kelompok budaya tertentu
8.      Pengetahuan budaya dalam kelompok perbedaan
9.      Praktek penyembuhan Adat
10. peraturan imigrasi


11.              Undang-undang tentang pelecehan seksual , kejahatan kebencian , perumahan dan diskriminasi kerja
12.             Pengetahuan etika dan praktek ( misalnya , pedoman etis bagi penggunaan teknik adat ) masalah Pencegahan
Kemampuan
1.     Keterampilan wawancara untuk berbicara tentang perbedaan budaya
2.     Penilaian latar belakang dan isu-isu budaya Pengembangan orientasi teoritis individual
3.     Menampilkan perilaku budaya responsif Berkomunikasi empati dengan cara budaya yang diakui oleh klien
4.     Penanganan resistensi klien
5.     Keterampilan konsultasi untuk komunikasi dengan penyembuh tradisional
6.     Keterampilan manajemen kasus
7.      Keterampilan advokasi untuk mempengaruhi organisasi masyarakat outreach / keterampilan organisasi kelompok keterampilan resolusi konflik
8.     Keterampilan mengajar untuk pendidikan masyarakat

7.         Metode dan Proses Pelatihan
              Berbagai strategi pengajaran telah digunakan dalam pelatihan multikultural (Pedersen, 1977; Preli & Bernard, 1993 ; Ridley et al, 1994), termasuk latihan kesadaran diri experiential (lihat Bab 3 untuk beberapa contoh) dan permainan serta didaktik metode, melihat video, bacaan, tugas tertulis, pemodelan/pembelajaran observasional, pelatihan teknologi yang dibantu (misalnya, rekaman video dan meninjau sesi konseling), dan diawasi Praktikan dan magang. Teknik pelatihan multikultural yang mungkin paling banyak menerima perhatian adalah peran model bermain dikembangkan oleh Pedersen (1977, 1978, 1994). Dalam peran ini bermain olahraga, peserta mengambil peran konselor, klien, dan masalah/anti-konselor dan mensimulasikan sesi konseling yang dapat membantu dalam mengartikulasikan masalah budaya, mengantisipasi perlawanan, mengurangi konselor defensif, dan keterampilan mengajar pemulihan
Pelatihan konselor multikultural merupakan proses yang kompleks yang menggabungkan pertumbuhan pribadi dengan belajar konten dan pengembangan keterampilan. Menurut Das (1995, hal. 47), " Jarak antara kognitif penyedia layanan kesehatan mental dan kelas bawah dan konsumen minoritas dapat dijembatani melalui instruksi didaktik, tapi jarak sosial dan emosional dapat dikurangi hanya melalui program intensif pendidikan ulang dari konselor, satu ditujukan untuk mengubah sikap mereka. " pelatih multikultural yang efektif perlu melakukan lebih dari menyampaikan informasi, mereka harus menyeimbangkan strategi pembelajaran kognitif dan emosional dan menciptakan lingkungan yang aman yang memelihara pribadi pengambilan risiko (Ponterotto, 1998) . Pelatihan multikultural yang efektif membutuhkan pelatih untuk memiliki banyak kualitas seorang konselor yang baik serta guru yang baik. Kemampuan Trainer untuk diri mengungkapkan dirinya atau pengalaman perkembangan sendiri dengan kesadaran multikultural telah ditekankan sebagai karakteristik penting dari pelatihan yang efektif (Ponterotto, 1998; Rooney dkk, 1998). Selain itu, pelatih harus menyadari latar belakang perkembangan budaya individu siswa mereka, seperti tingkat masing-masing siswa perkembangan identitas budaya dapat bervariasi sehubungan dengan ras, jenis kelamin, orientasi seksual, penuaan, atau dimensi kemampuan layar ( Rooney et al, 1998).
8.             Keanekaragaman dan Kompetensi Multikultural
              Kami dengan cepat menjadi berbasis kompetensi. Secara khusus, hal ini tidak lagi cukup untuk lulus ujian atau untuk memahami apa efektifitas konseling dan terapi. Pertanyaan utama adalah Anda konseling untuk memperoleh manfaat dari klien Anda? Kompetensi multikultural menimbulkan pertanyaan-dapat menantang tambahan yang bekerja untuk memperoleh manfaat dari klien yang secara budaya berlainan dari Anda? Apakah Anda mampu memberikan konseling yang kompeten untuk pria? Wanita? Seseorang yang berasal dari ras berlainan atau kelompok etnis dari Anda? Bagaimana keefektifan anda dengan heteroseksual, gay, lesbian, biseksual, dan individu transgender? Ketika masalah ini digabungkan dengan orientasi religius dan spiritual, usia, dan berbagai faktor lainnya, Anda dapat melihat bahwa menjadi kompetensi multikultural adalah sebuah proses yang akan terus sepanjang karir Anda.
              Standar Etika Pelayanan Manusia Profesional (Organisasi Nasional Layanan Manusia Profesional, 2000) meliputi tiga pernyataan berikut : Layanan profesional manusia memberikan layanan tanpa diskriminasi atau preferensi berdasarkan usia, etnis, budaya, ras, kecacatan, jenis kelamin, agama, orientasi seksual atau status sosial ekonomi. Layanan profesional manusia memiliki pengetahuan tentang budaya dan masyarakat dimana mereka berlatih. Mereka sadar multikulturalisme di masyarakat dan dampaknya terhadap masyarakat serta individu dalam masyarakat. Mereka menghormati individu dan kelompok, budaya dan keyakinan. Layanan profesional manusia menyadari latar belakang budaya, keyakinan, dan nilai-nilai mereka sendiri, mengenali potensi dampak dan hubungan mereka dengan orang lain .

 The American Association Konseling dan American Psychological Association telah mengembangkan pedoman kompetensi multikultural dalam praktek, penelitian, dan pelatihan ( American Psychological Association, 2003; Arredondo et al, 1996; . Sue et al , 1998.).
Panduan berikut adalah ringkasan dari beberapa isu-isu kunci yang berkaitan dengan wawancara dan konseling praktek. Pada titik kemudian, Anda harus memeriksa laporan penuh yang diberikan oleh asosiasi profesi.
Pedoman 1 Kesadaran
Pewawancara disengaja atau konselor akan membuat todeveloping komitmen seumur hidup meningkat keahlian budaya. Pewawancara berusaha untuk menunjukkan berikut:
 1. Mereka sadar diri mereka sebagai makhluk budaya, membayar perhatian khusus untuk membangun kesadaran preferensi pribadi dan bias yang mungkin meningkatkan sebagai wimpede atau bekerja terhadap keefektifan pemberian layanan.
 2. Mereka menyadari betapa kontekstual masalah di luar kendali seseorang cara seseorang membahas keprihatinannya. Misalnya, masalah eksternal seperti penindasan atau diskriminasi (seksisme, rasisme, kegagalan untuk diakui cacat) mungkin sangat mempengaruhi klien tanpa kesadarannya. Masalahnya " dalam individu, " " lingkungan, " atau dalam beberapa keseimbangan dari dua?
Pedoman 2 Pengetahuan
Pewawancara disengaja atau konselor berusaha untuk membuat komitmen seumur hidup untuk belajar dasar multikultural praktek.
 1. Pewawancara berusaha untuk belajar tentang kelompok multikultural, sejarah mereka, dan keprihatinan mereka hadir sebagai proses yang terus-menerus berlangsung.
 2. Pewawancara belajar tentang membantu proses dalam budaya non - Barat dan berusaha untuk melibatkan mereka, sesuai dalam praktek mereka sendiri. Sebagai contoh, bagaimana para pemimpin spiritual atau komunitas dapat melengkapi praktek konseling?
 3. Pewawancara belajar keterbatasan mereka sendiri dalam keahlian budaya dan mencari supervisi yang diperlukan. Selain itu, mereka belajar kapan dan bagaimana untuk merujuk klien untuk bantuan lebih tepat.
pedoman 3 Keterampilan
Pewawancara disengaja atau konselor berusaha untuk mengembangkan praktek multikultural efektif dengan cara ini :
 1. Melalui mengembangkan keterampilan yang selaras dengan pandangan dunia yang unik dan budaya dasar yang sangat beragam dari klien. Setiap keterampilan, strategi, atau membantu teori diperiksa untuk kesesuaian budaya.
 2. Dengan menghormati bahasa pertama klien dan / atau memastikan tersedia. Memperoleh informed consent tentang bahasa yang wawancara yang akan dilakukan.
 3. Dengan memastikan bahwa faktor-faktor kontekstual dan keragaman seperti tingkat pendidikan, status sosial ekonomi, kemampuan fisik / cacat , stres akulturasi, dan lain-lain yang dianggap sebagai bagian dari rencana perawatan keseluruhan dan tindakan. Selain itu, klien dibantu dalam belajar bagaimana mereka " individu " kekhawatiran terkait dengan isu-isu kontekstual .


F.                 Penggunaan Empati dalam Wawancara terhadap Individu dan Keluarga.
              Dalam praktik konseling untuk menggambarkan tiga jenis pemahaman empatik:
1.         Empati dasar: tanggapan pewawancara secara kasar dipertukarkan dengan orang-orang dari klien. Pewawancara dapat mengatakan kembali secara akurat apa yang klien katakan. Akuratnya penggunaan urutan mendengarkan dasar adalah cara untuk menunjukkan empati dasar.
2.         Empati aditif: tanggapan pewawancara menambahkan sesuatu di luar apa yang klien katakan. Ini mungkin menambahkan link ke sesuatu yang klien telah mengatakan sebelumnya atau bahkan mungkin kongruen.
3.         Subtractive empati: tanggapan pewawancara kadang-kadang memberikan umpan balik kepada klien dengan mengurangi apa yang klien katakan dan bahkan mungkin mendistorsi apa yang telah dikatakan. Dalam hal ini, mendengarkan atau  keterampilan mempengaruhi yang digunakan tidak tepat.



G.                Pengembangan Keterampilan Wawancara dalam Domain Multikultural
              Wawancara dan Konseling yang Disengaja
Bagaimana bisa wawancara dan konseling yang disengaja membantu Anda dan klien Anda?        
              Bab ini dirancang untuk mengidentifikasi ide-ide kunci dari pendekatan microskills dan menunjukkan bagaimana langkah-langkah Model berhubungan dengan konsep luas wawancara, konseling, dan psikoterapi. Keterampilan ini digunakan oleh semua profesional. Wawancara Disengaja dirancang untuk memfasilitasi gambar dari cerita klien, memungkinkan klien untuk menemukan cara baru berpikir tentang cerita ini dan cara-cara baru bertindak. Adalah penting bahwa pewawancara memiliki beberapa teknik untuk menanggapi klien dalam budaya sensitif fashion. Awareness, pengetahuan, dan keterampilan dalam konsep dasar Disengaja Wawancara.
              Tujuan kompetensi kesadaran, pengetahuan, dan keterampilan dalam konsep dasar Wawancara dan Konseling yang disengaja disajikan dalam bab ini akan memungkinkan Anda untuk:
a.         Identifikasi kesamaan dan perbedaan-perbedaan diantara perbedaan wawancara, konseling, dan psikoterapi.
b.        Memahami langkah - demi-langkah microskills kerangka kerja untuk menguasai wawancara.
c.         Kenali pola yang berbeda-beda microskills digunakan oleh teori perbedaan konseling dan psikoterapi.
d.        Mendefinisikan intensionalitas, intensionalitas budaya, dan kompetensi yang disengaja.
e.         Mengantisipasi dampak komentar Anda pada percakapan klien dengan belajar dan menggunakan dasar-dasar prediksi disengaja.
f.         Outline dan mendefinisikan unsur-unsur model konseling dan terapi: cerita relationship- dan kekuatan - tujuan - Restori - tindakan.
g.        Mengembangkan kesadaran akan dampak pada otak wawancara, konseling, dan psikoterapi.
h.        Periksa gaya alami Anda sendiri dan menggunakan keahlian personal sebagai dasar untuk pengembangan lebih lanjut saat Anda bekerja melalui teks ini.
1.             Wawancara, Konseling, dan Psikoterapi.
              Istilah konseling, wawancara, dan psikoterapi sering digunakan secara bergantian dalam buku ini. Meskipun tumpang tindih yang cukup besar, wawancara dapat dianggap proses yang paling dasar yang digunakan untuk mengumpulkan informasi, pemecahan masalah, dan memberikan informasi psikososial. Wawancara biasanya jangka pendek dengan hanya satu atau dua sesi. Seorang staf anggota layanan manusia dapat mewawancarai klien tentang kebutuhan keuangan dan perencanaan. Manajer wawancara calon karyawan, dan mahasiswa penerimaan perguruan tinggi yang melamar masuk dengan wawancara. Setelah bencana besar ( bom teroris , badai , atau banjir ) seorang pekerja krisis dapat mewawancarai keluarga tentang kebutuhan dan rencana mereka untuk pemulihan, dan kemudian memberikan saran tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk memenuhi kebutuhan besok mereka.
              Etika pembinaan adalah istilah yang relatif baru dan konsepsi membantu. Ini berfokus pada menjalani hidup lebih penuh dan secara efektif. Ini jatuh paling dekat di wilayah wawancara. Etika pelatih bekerja dari sebuah yayasan berbasis kekuatan dan memberdayakan individu, keluarga, dan organisasi untuk membantu mereka membuat lebih banyak rencana yang efektif. Pembinaan kehidupan, pembinaan perguruan tinggi, dan pembinaan eksekutif tiga contoh .
              Konseling adalah proses yang lebih intensif dan pribadi. Hal ini umumnya berkaitan dengan membantu orang mengatasi masalah normal dan peluang, meskipun ini " masalah normal" sering menjadi cukup kompleks. Meskipun banyak orang yang interview juga nasihat, konseling yang paling sering dikaitkan dengan medan profesional pekerjaan sosial, konseling sekolah , psikologi, kesehatan mental dan konseling klinis, konseling pastoral, dan  sampai batas tertentu psikiatri. Klien dengan hubungan di kesulitan-kesulitan mungkin perlu beberapa sesi konseling untuk meluruskan situasi mereka. Karyawan atau mahasiswa menghadapi tantangan sering membutuhkan bantuan dalam memahami isu-isu dan membuat keputusan. Dalam krisis, keluarga mengalami bencana besar sering membutuhkan baik pendek dan konseling jangka panjang.
              Kita bisa menjelaskan perbedaan-perbedaan tumpang tindih dan kesamaan wawancara dan konseling dengan beberapa contoh. Seorang manajer personalia dapat mewawancarai kandidat untuk pekerjaan tapi di jam berikutnya nasihat seorang karyawan yang memutuskan apakah akan mengambil posting baru di sebuah kota yang jauh. Seorang konselor sekolah dapat mewawancarai setiap anggota kelas selama 10 menit selama masa untuk memeriksa pemilihan tentu saja tapi juga akan nasihat banyak siswa kemudian tentang keprihatinan pribadi dan pilihan perguruan tinggi. Seorang psikolog mungkin mewawancarai seseorang untuk memperoleh data penelitian, tetapi dalam satu jam berikutnya ditemukan konseling klien yang bersangkutan tentang perceraian yang akan datang. Bahkan dalam perjalanan satu kontak, seorang pekerja sosial dapat mewawancarai klien untuk memperoleh data keuangan dan kemudian beralih ke konseling tentang hubungan pribadi.
              Kedua wawancara dan konseling dapat dibedakan dari psikoterapi, yang merupakan proses yang lebih intens, dengan fokus pada kepribadian yang mendalam atau perilaku kesulitan. Psikoterapis harus mewawancarai klien untuk mendapatkan fakta-fakta dasar dan informasi karena mereka mulai bekerja dengan individu. Keterampilan dan konsep wawancara disengaja sama-sama penting untuk pelaksanaan keberhasilan psikoterapi jangka panjang, yang dulunya hampir provinsi eksklusif psikiatri. Seperti banyak psikiater telah berpaling ke resep obat, berlatih kesehatan mental dan konselor klinis, pekerja sosial klinis, dan klinis dan konseling psikolog telah diambil pada peran mantan psikiatri itu.


 


         



GAMBAR 1.1 Hubungan timbal balik wawancara, konseling, dan psikoterapi.
              Meskipun relatif jelas perbedaan-perbedaan diantara wawancara , konseling, dan psikoterapi, tumpang tindih tetap ( lihat Gambar 1-1 ). Wawancara secara efektif dapat membantu klien membuat keputusan, dan itu sendiri adalah terapi.

2.             KETERAMPILAN INTI DARI PROSES MEMBANTU:
THE MICROSKILLS HIERARCHY Wawancara, konseling, dan psikoterapi.
              Wawancara, konseling, dan psikoterapi memerlukan hubungan dengan klien; mereka semua berusaha untuk membantu klien bekerja melalui isu-isu dengan menggambar dan mendengarkan cerita klien. Wawancara dan Konseling menyajikan keterampilan kunci dan strategi yang digunakan oleh ketiga pendekatan.
              Microskills adalah dasar dari wawancara yang disengaja . Mereka adalah komunikasi unit keterampilan wawancara yang menyediakan spesifik alternatif bagi Anda untuk digunakan dengan berbagai jenis klien dan semua teori konseling dan terapi . Anda menguasai keterampilan ini satu per satu dan kemudian belajar untuk mengintegrasikan mereka ke dalam sebuah wawancara yang terbentuk .
              Ketika Anda benar-benar kompeten dalam microskills, Anda dapat mendengarkan secara efektif dan membantu klien berubah dan tumbuh. Penggunaan microskills secara efektif memungkinkan Anda untuk mengantisipasi atau memprediksi bagaimana klien akan merespon intervensi Anda. Dan jika klien tidak melakukan apa yang Anda harapkan, Anda akan dapat beralih ke keterampilan dan strategi yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
              Para microskills hirarki ( lihat Gambar 1-2 ) merangkum langkah-langkah berturut-turut wawancara karena Anda akan menemukan mereka dalam buku ini. Keterampilan wawancara beristirahat di dasar etika, kompetensi multikultural, dan kesehatan. Pada yayasan ini terletak microskill pertama yang dibahas dalam teks ini: menghadiri perilaku. Keterampilan budaya dan tepat secara individu ini mencakup pola kontak mata, bahasa tubuh , kualitas vokal, dan pelacakan verbal. Melalui buku ini, Anda akan memiliki kesempatan untuk mendefinisikan keterampilan ini lebih lanjut, lihat menghadiri ditunjukkan dalam sebuah wawancara, membaca tentang implikasi lebih lanjut, dan akhirnya, menguasai keterampilan dalam praktek dan wawancara nyata. Buku ini dilengkapi dengan studi kasus kaya baik menyertai interaktif Web situs CengagenNOW dan CD - ROM interaktif.
              Setelah Anda menguasai menghadiri perilaku, Anda akan bergerak ke atas microskills piramida dengan keterampilan mendengarkan dasar pertanyaan , observasi klien, mendorong, parafrase, meringkas, dan merefleksikan perasaan. Lebih tinggi tidak selalu lebih baik dalam hirarki ini. Kecuali Anda telah mengembangkan keterampilan mendengarkan dan menghormati, hulu piramida yang berarti. Keterampilan dasar merupakan bagian penting dari praktek bahkan profesional yang paling berpengalaman. Mengembangkan gaya Anda sendiri menjadi dengan klien, tetapi selalu dengan menghormati landasan ini. Dengan latar belakang yang kuat dalam keterampilan ini tengah, Anda akan dapat melakukan wawancara lengkap dengan menggunakan keterampilan hanya mendengarkan.
              Anda kemudian akan menghadapi pengaruh keterampilan dan membantu klien mengeksplorasi personal dan interpersonal konflik. Konfrontasi dianggap penting untuk pertumbuhan klien dan perubahan. E microskills fokus, refleksi makna dan interpretasi / reframing datang berikutnya dalam hirarki, diikuti oleh keterampilan kunci lainnya interpersonal pengaruh - keterbukaan diri, umpan balik, konsekuensi logis, informasi / psikoedukasi, dan arahan.
              Dengan penguasaan mendengarkan, kemampuan untuk melakukan wawancara menggunakan keterampilan hanya mendengarkan, dan perintah dari dalam mempengaruhi keterampilan, Anda akan siap untuk menguasai teori-teori alternatif membantu. Anda akan menemukan bahwa microskills ini dapat diatur dalam pola yang berbeda dimanfaatkan oleh teori. Misalnya, jika Anda telah menguasai keterampilan mendengarkan dan struktur wawancara, Anda memiliki awal yang penting untuk menjadi sepenuhnya kompeten dalam Rogerian, teori - orang yang berpusat. Kemudian, saat Anda bergerak ke sistem lain konseling dan terapi, Anda akan menemukan bahwa keterampilan dasar adalah dasar untuk menguasai teori-teori juga.
              Pada puncak dari piramida microskills adalah menentukan gaya pribadi dan teori. Hal ini tidak cukup hanya dengan menguasai keterampilan dan teori . Anda akhirnya akan harus menentukan teori Anda sendiri dan praktek konseling, wawancara, dan psikoterapi. Pewawancara, konselor, dan psikoterapis adalah banyak independen; sebagian besar pembantu lebih memilih untuk mengembangkan gaya mereka sendiri, dan melalui eklektisisme bergerak ke arah campuran mereka sendiri keterampilan dan teori.
              Ketika Anda mendapatkan rasa keahlian Anda sendiri dan kekuatan, Anda akan belajar bahwa setiap klien memiliki respon yang benar-benar unik untuk Anda dan gaya alami Anda. Sementara banyak dapat bekerja dengan baik dengan Anda, klien lain akan membutuhkan Anda untuk beradaptasi dengan gaya mereka. Anda akan ingin menjadi fleksibel dan memiliki banyak alternatif siap untuk membantu klien yang bervariasi.
              Model untuk microskills pembelajaran berorientasi praktek dan mengikuti langkah - demi-langkah kemajuan, yang akan muncul di seluruh bab-bab dari buku ini sebagai kerangka dasar pembelajara:
a.    Pemanasan, Fokus pada keterampilan tunggal dan mengidentifikasinya sebagai bagian penting dari wawancara holistik.
b.    Melihat, Lihat DVD atau mengamati demonstrasi hidup.
c.    Baca, Baca tentang keterampilan atau mendengar ceramah tentang pokok-pokok penggunaan efektif. Pemahaman kognitif sangat penting untuk pemeliharaan keterampilan.
d.   Praktek, Idealnya, menggunakan video atau rekaman audio untuk praktek keterampilan; Namun, peran - bermain -praktek dengan pengamat dan lembar umpan balik juga efektif.
e.    Generalisasi, Lengkapi evaluasi diri. Mengintegrasikan keterampilan dan kontrak untuk aksi ke "dunia nyata " wawancara, konseling, dan terapi.

              Anda dapat " pergi melalui " keterampilan dengan cepat dan memahami mereka, tetapi berlatih mereka untuk penuh penguasaan membuat keahlian nyata. Kami telah melihat banyak siswa " buzz" melalui keterampilan, tetapi berakhir dengan sedikit di jalan penguasaan dan keahlian. Juga, sebagai microskills adalah dimensi kecerdasan emosional dan kompetensi sosial, mengajarkan keterampilan ini kepada klien telah terbukti menjadi konseling efektif dan teknik terapi ( Daniels , 2009).
Ringkasan : Menguasai Keterampilan dan Strategi Wawancara dan Konseling
              Selamat datang lagi medan wawancara yang menarik, konseling, dan psikoterapi! Anda diperkenalkan dengan dasar-dasar sesi konseling individu, tetapi keterampilan yang sama penting dalam kelompok dan keluarga bekerja. Dan sekarang kita tahu bahwa pelatihan keterampilan dan wawancara efektif, konseling, dan terapi afeksi perkembangan otak, sehingga mengakibatkan perubahan jangka panjang di klien kami
              Selain itu, Anda akan menemukan bahwa dokter dan perawat, manajer dalam pengaturan bisnis, konselor sebaya, dan banyak orang lain telah mengadopsi format yang pelatihan keterampilan ini sebagai bagian dari profesi dan / atau pelatihan mereka. Format microskills asli disajikan di sini telah diterjemahkan ke dalam lebih dari 20 bahasa dan digunakan di banyak rangkaian bervariasi, misalnya dengan AIDS dan konselor pengungsi di Afrika dan Sri Lanka; manajer top -line di Swedia, Jerman, dan Jepang; pembantu yang bekerja dengan korban trauma dari banjir dan badai; dan pekerja sosial Aborigin di Australia dan suku Inuit di Arktik Kanada. Sistem ini bekerja dan terus berubah dan berkembang.
              Bab pertama membingkai keseluruhan buku. Ini akan membantu Anda untuk mempelajari poin kunci berikut karena ini adalah hal-hal yang kami sangat ingin Anda ingat .
              Yang pertama latihan praktek kompetensi dalam bab ini meminta Anda untuk memeriksa diri sendiri dan mengidentifikasi kekuatan Anda sebagai penolong. Namun, di tengah-tengah semua ini, Anda adalah orang yang penting, dan kami berharap bahwa Anda akan mengembangkan keterampilan konseling Anda berdasarkan keahlian alami Anda dan keterampilan sosial. Good luck !
Poin-poin penting dari Bab 1 disajikan di bawah ini .
Point Kuci

Wawancara , konseling , dan psikoterapi
Ini adalah proses yang saling terkait yang terkadang tumpang tindih. Wawancara dapat dianggap lebih mendasar dan sering dikaitkan dengan pengumpulan informasi dan menyediakan data yang diperlukan untuk membantu klien menyelesaikan masalah. Coaching beroperasi dari kerangka kekuatan dan membantu rencana perubahan jangka panjang segera. Konseling berfokus pada masalah perkembangan yang normal, sedangkan psikoterapi menekankan pengobatan lebih masalah mendalam .
Microskills
Microskills adalah unit keterampilan komunikasi tunggal wawancara ( misalnya, pertanyaan, refleksi perasaan ). Mereka diajarkan satu per satu untuk memastikan penguasaan kompetensi dasar wawancara.
Hirarki Microskills
Hirarki mengatur microskills menjadi kerangka kerja sistematis untuk integrasi akhirnya keterampilan dalam wawancara dengan cara alami. Para microskills beristirahat di atas dasar etika, kompetensi multikultural, dan kesehatan. Menghadiri dan mendengarkan keterampilan diikuti oleh konfrontasi, fokus pada keterampilan, dan integrasi keterampilan akhirnya.
Model mengajar Microskills.
Lima langkah yang digunakan untuk mengajarkan keterampilan tunggal wawancara: (1) pemanasan untuk keterampilan; (2) melihat keterampilan dalam tindakan; (3) membaca dan belajar tentang penggunaan yang lebih luas dari keterampilan; ( 4 ) praktik; dan (5) generalisasi belajar dari wawancara ke kehidupan sehari-hari. Model berguna untuk mengajarkan keterampilan sosial kepada klien dalam wawancara.
Hubungan - cerita dan kekuatan - goals- Restory - tindakan
Tugas pertama kami adalah untuk membantu klien menceritakan kisah mereka. Untuk memfasilitasi pengembangan, kita perlu untuk menarik keluar narasi aset pribadi mereka. Dengan dasar yang positif, klien dapat belajar untuk menulis cerita baru dengan kemungkinan tindakan baru. James Lanier mengingatkan kita bahwa bahasa menekankan masalah atau gangguan bisa mendapatkan keefektifan wawancara dan konseling .
Intensionalitas
Mencapai intensionalitas adalah tujuan utama dari buku ini dan tujuan utama dari kesengajaan mewawancarai proses budaya itu sendiri. Intensionalitas bertindak dengan rasa kemampuan dan memutuskan dari antara berbagai alternatif tindakan. Individu sengaja memiliki lebih dari satu tindakan, pikiran, atau perilaku untuk memilih dari dalam menanggapi situasi kehidupan.

Mendengar Cerita Klien : Cara Mengatur Wawancara
              Perilaku Menghadiri dasar untuk semua keterampilan komunikasi hirarki microskills. Tanpa individual dan tepat budaya menghadiri perilaku, tidak ada wawancara, konseling, atau psikoterapi.
              Bagian ini menambah menghadiri keterampilan dengan menghadirkan urutan mendengarkan dasar yang akan memungkinkan Anda untuk memperoleh fakta-fakta utama dan perasaan yang berkaitan dengan kekhawatiran klien. Melalui keterampilan bertanya, mendorong, parafrase, mencerminkan perasaan, dan meringkas, Anda akan belajar bagaimana untuk menarik klien Anda dan memahami cara mereka berpikir tentang kisah mereka. Carilah berikut dalam bagian kedua ini.
              Bab 4. Pertanyaan : Membuka Komunikasi Kami menemukan pertanyaan setiap hari. Kebanyakan teori konseling sekarang menggunakan pertanyaan yang agak luas. Gerakan pembinaan berpengaruh baru dan sangat dalam menganggap mereka dasar penilaian dan mencapai tujuan klien. Konseling singkat dan wawancara motivasi menggunakannya terus menerus. Bab ini menjelaskan pertanyaan terbuka dan tertutup dan menunjukkan tempat mereka dalam komunikasi Anda. Tapi kita juga menunjukkan bahwa penggunaan pertanyaan kadang-kadang merupakan isu kontroversial. Beberapa ahli berpendapat bahwa bab ini milik setelah keterampilan yang penting dan pusat akurat dan kembali mendengarkan reflektif.
              Bab 5. Keterampilan Observasi Bab ini memberi Anda kesempatan untuk berlatih mencatat perilaku verbal dan nonverbal klien Anda. Anda juga diminta untuk mengamati reaksi nonverbal Anda sendiri dalam sesi. Klien sering datang dalam dengan sedih dan " bawah " postur tubuh. Dengan pengamatan dan keterampilan mendengarkan, Anda dapat mengantisipasi bahwa mereka akan menunjukkan bahasa tubuh yang lebih positif sesi berlangsung.
              Bab 6. Mendorong, Parafrase, dan Meringkas: Keterampilan Kunci Aktif Mendengarkan sini kita memeriksa keterampilan klarifikasi dari parafrase, mendorong, dan meringkas, yang merupakan dasar untuk mengembangkan hubungan dan aliansi bekerja dengan klien Anda. Mereka sentral juga untuk menarik keluar cerita.
              Bab 7. Mengamati dan merefleksikan Perasaan: Sebuah Yayasan Klien Pengalaman merefleksikan perasaan klien adalah fokus dari bab ini. Anda akan belajar bagaimana untuk membawa keluar dunia emosional kaya klien Anda. Mungkin bahkan lebih penting daripada Bab 6, keterampilan ini akan di jantung masalah dan benar-benar personal wawancara.
              Bab 8. Mengintegrasikan Kecakapan Mendengarkan: Bagaimana Melakukan Wawancara - Dibentuk Setelah Anda menguasai keterampilan observasi dan urutan mendengarkan dasar, Anda siap untuk terlibat penuh dalam wawancara yang baik, yang terdiri dari lima tahap. Anda akan dapat menggunakan dalam mendengarkan wawancara dan keterampilan observasi. Selain itu, penting bahwa Anda dapat mengevaluasi wawancara Anda dan orang lain untuk tingkat pemahaman empatik. Hal ini penting tidak hanya untuk mendengarkan tetapi juga untuk mendengarkan empati. Beberapa instruktur akan ingin menyertakan bacaan empati dengan Bab 6 dan 7.
              Bagian ini, memiliki tujuan ambisius. Pada saat Anda telah menyelesaikan Bab 8, Anda akan telah mencapai beberapa tujuan utama, memungkinkan Anda untuk beralih ke dalam perubahan keterampilan interpersonal, pertumbuhan, dan perkembangan. Pada tingkat yang disengaja kompetensi, Anda mungkin bertujuan untuk mencapai berikut di bagian ini :
a.    Guru urutan mendengarkan dasar, memungkinkan klien untuk bercerita. Selain itu, menarik keluar fakta-fakta kunci dan perasaan yang berhubungan dengan masalah klien.
b.    Perhatikan reaksi terhadap penggunaan keahlian Anda dan memodifikasi keterampilan Anda dan menghadiri perilaku untuk melengkapi klien klien keunikan.
c.    Melakukan wawancara lengkap dengan menggunakan hanya mendengarkan dan mengamati keterampilan.
d.   Mengevaluasi bahwa wawancara untuk tingkat empati ; dalam efek , memeriksa diri sendiri dan kemampuan Anda untuk berkomunikasi kehangatan, hal positif, dan dimensi yang lebih subjektif lain wawancara dan konseling.
              Ketika Anda sudah berhasil tugas-tugas ini, Anda mungkin akan menemukan bahwa klien Anda memiliki kemampuan yang mengejutkan untuk dipecahkan.


Ringkasan : Pengambilan Keputusan Anda tentang Pertanyaan
              Kami memulai bab ini dengan meminta Anda untuk berpikir hati-hati tentang pengalaman pribadi Anda dengan pertanyaan-pertanyaan. Jelas bahwa terlalu sering menggunakan mereka dapat merusak wawancara. Di sisi lain, pertanyaan yang memfasilitasi percakapan dan membantu memastikan bahwa hal penting yang dibawa. Pertanyaan dapat membantu klien membawa hilang informasi. Di antara pertanyaan tersebut " Apa lagi ? " " Apa yang telah kita kehilangan begitu jauh?" Dan " Dapatkah Anda memikirkan sesuatu yang penting yang terjadi dalam hidup Anda sekarang bahwa Anda tidak berbagi dengan saya belum? "
              Teoretisi orang - berpusat dan banyak profesional tulus menentang penggunaan pertanyaan sama sekali. Mereka sangat keberatan dengan implikasi kontrol pertanyaan. Mereka menunjukkan bahwa hati-hati menghadiri dan penggunaan keterampilan mendengarkan biasanya dapat membawa masalah klien utama. Jika Anda bekerja dengan seseorang di budaya yang berbeda dari Anda, gaya pertanyaan dapat mengembangkan ketidakpercayaan. Dalam kasus tersebut, pertanyaan yang perlu diimbangi dengan keterbukaan diri dan mendengarkan. Coaching menantang orang-orang yang menghindari pertanyaan, tapi ada gaya - orang yang berpusat pembinaan yang bertujuan untuk mengurangi penekanan pada mempertanyakan strategi.
              Posisi kami pada pertanyaan jelas - kita percaya pertanyaan, tetapi kami juga takut berlebihan dan fakta bahwa mereka dapat mengurangi kesetaraan dalam wawancara. Kami terkesan dengan konselor berfokus solusi singkat yang tampaknya menggunakan pertanyaan lebih dari keterampilan lainnya tetapi masih mampu menghormati klien mereka dan membantu mereka berubah. Di sisi lain, kita telah melihat siswa yang telah menunjukkan kemampuan menghadiri baik mundur hanya menggunakan pertanyaan. Pertanyaan dapat menjadi mudah " fiks" tapi mereka membutuhkan mendengarkan klien jika mereka menjadi berarti .
              Pencarian aset positif telah menjadi dasar dari Program microskills sejak awalnya. Kami percaya bahwa Carl Rogers adalah benar ketika ia fokus pada hal positif dan penerimaan tanpa syarat. Pembinaan etika gema Rogers, tetapi menggunakan pertanyaan. Kami telah mencatat lagi dan lagi bahwa terapi terlalu sering berakhir dengan pengulangan diri sendiri dari masalah. Pertanyaan yang membawa kekuatan dan sumber daya sering menyebabkan klien untuk aset yang spesifik yang dapat mereka gunakan untuk membantu masalah tekat dan masalah.
              Ringkasan bab yang paling berguna akan tayangan dan keputusan. Dimana Anda secara pribadi berdiri pada penggunaan pertanyaan?
Poin-poin penting dari Bab 4 adalah sebagai berikut .


Nilai pertanyaan
Pertanyaan membantu memulai wawancara, membuka daerah baru untuk diskusi, membantu menunjukkan dengan tepat dan mengklarifikasi isu-isu, dan membantu klien dalam eksplorasi diri.
Pertanyaan terbuka dan tertutup
Pertanyaan-pertanyaan ini dapat digambarkan sebagai terbuka atau tertutup. Pertanyaan terbuka adalah mereka yang tidak dapat dijawab dalam kata-kata singkat. Mereka mendorong orang lain untuk berbicara dan memberikan informasi yang maksimal. Biasanya, pertanyaan terbuka dimulai dengan apa, bagaimana, mengapa, atau bisa. Salah satu yang paling bermanfaat dari semua pertanyaan terbuka adalah " Bisakah Anda memberikan contoh spesifik dari . . . ? " Pertanyaan tertutup adalah mereka yang dapat dijawab dalam beberapa kata atau kalimat. Mereka memiliki keuntungan fokus wawancara dan membawa keluar spesifik, namun mereka menempatkan tanggung jawab utama untuk bicara pada pewawancara. Pertanyaan tertutup sering dimulai dengan, adalah , atau lakukan. Contohnya adalah " Dimana Anda tinggal? " Penting untuk dicatat bahwa pertanyaan terbuka atau tertutup  pada topik yang menarik mendalam untuk klien sering akan mengakibatkan luas waktu bicara jika cukup penting. Jika wawancara yang mengalir dengan baik, perbedaan antara pertanyaan terbuka dan tertutup kurang penting.
Konteks pertanyaan untuk koran
Sebuah kerangka umum untuk diagnosis dan pertanyaan meminta disediakan oleh kerangka wartawan surat kabar dari siapa, apa , kapan, di mana, bagaimana, mengapa.
▲ Siapa klien? Apa faktor latar belakang pribadi kunci? Siapa lagi yang terlibat?
▲ Apa masalahnya? Bagaimana rincian yang spesifik dari situasi?
▲ Kapan masalah terjadi? Apa segera didahului dan diikuti situasi?
▲ mana masalah terjadi? Dalam apa yang lingkungan dan situasi?
▲ Bagaimana klien bereaksi? Bagaimana dia merasa tentang hal itu?
▲ Mengapa masalah atau kekhawatiran terjadi?
▲ Apa lagi yang ada untuk menambah cerita? Apakah kita melewatkan sesuatu? Wawancara adalah tentang lebih dari masalah.
Pertanyaan diatas bisa diminta untuk menemukan apa peristiwa dan isu-isu mengelilingi situasi positif atau prestasi. Pelatihan wawancara sering lebih menekankan keprihatinan dan kesulitan - kesulitan. Sebuah pendekatan yang positif.
Isu dan pertanyaan multikultural
Pertanyaan-pertanyaan ini dapat berubah beberapa klien. Beberapa kelompok budaya menemukan pertanyaan cepat kebakaran Amerika Utara kasar dan mengganggu, terutama jika diminta sebelum kepercayaan dikembangkan. Namun pertanyaan yang sangat banyak bagian dari budaya Barat dan menyediakan cara untuk mendapatkan informasi yang banyak klien dibantu menemukan. Jika pertanyaan yang benar terstruktur dan klien Anda tahu tujuan sesungguhnya mereka adalah untuk membantu mereka mencapai tujuan - sebagai milik mereka dalam pembinaan - pertanyaan dapat digunakan lebih produktif.
Jadilah Positif
Menekankan hanya isu negatif menghasilkan siklus ke bawah depresi dan keputusasaan. Pencarian aset positif, kekuatan penekanan, psikologi positif, dan kesehatan harus menyeimbangkan pembahasan masalah klien dan kekhawatiran. Apa yang klien melakukan hal yang benar? Apa pengecualian untuk masalah ini? Apa pribadi klien, keluarga, dan sumber daya budaya / kontekstual?



















DAFTAR PUSTAKA

Alo Liliweri. (2003). Dasar-Dasar Komunikasi Antar Budaya. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Allen E. Ivey & Mary Badford Ivey (2003). Intentional Interviewing and Counseling: facilitating Client Development in a Multicultural Society.USA: Brooks/Cole.

Gladding, Samuel T. 2012. Konseling Profesi yang Menyeluruh. Jakarta: Indeks

Latipun. 2001. Psikologi Konseling. Malang:UMM Press

May, Rollo (Terjemah Ahmad Darmin), 2010, Seni Konseling, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Surya, M. 2003. Psikologi Konseling. Jakarta:Bani Qurasi

Willis, S. 2007. Konseling Individual:Teori dan Praktek. Bandung:Alfabeta

Pedersen B. Paul, Crethar C. Hugh & Carlson J (2008). Inclusive Cultural Therapy : Making Relathionsip Central In Counseling & Psychoterapy. Washington : American Psychological Assosiation.
Wanda M.L. Lee, John A. Blando, Nathalie D. Mizelle, Graciela L. Orozco (2007). Introduction to Multicultural Counseling for Helping Professionals. New York : Routledge Taylor & Francis Group.)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar